tag:blogger.com,1999:blog-51563028494922269022024-03-15T01:20:32.204+07:00Sri Yuniar Blog catatan seorang perempuan Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.comBlogger251125tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-86263985608915360482024-03-15T01:07:00.002+07:002024-03-15T01:20:00.609+07:00Do'aku di Malam RamadhanYa Allah<div> Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan sejak mengenal beliau, saya suenang sekali sama Gus Baha gusti. Kadang cara bicara khas jawanya pun saya tiru dalam hati. Tapi tetap tidak mengurangi cinta saya kepada Abi Hasbi alBayuni guru saya yang sudah mendidik saya selama ini.</div><div><br></div><div>Ya Allah, puasa tahun 2024 ini saya kembali jeda. Cuti melahirkan. Tidak puasa, taraweh memang sudah lama tidak penuh, hampir sejak punya anak pertama taraweh saya sudah bolong bolong, dari bolong kecil kecil waktu anak masih satu, dua, sampai yang bolongnya besar besar sekali. Ya ibaratnya dalam sebulan Ramadhan bisa dihitung jari lah berapa kali taraweh. Karena saya terus dalam kondisi menjaga anak anak saya yang usia kecil kecil sejak menikah. Semoga dengan kemurahanmu Engkau tetap mencatatkan pahala seperti orang yang bertaraweh di bulan Ramadhan, karena saya ini pecinta shalat taraweh ya Allah, sejak masih gadis. </div><div><br></div><div>Ya Allah. Tahun ini saya mau refleksi sedikit. Berdo'a saya mungkin agak maksa setelah ini. Tapi kata Gus Baha itu juga ada riwayatnya.</div><div><br></div><div>Tahun ini saya melahirkan anak ke empat saya, Ayahnya memberi nama Haidar Abdurrahman, walau saya mangkel minta diganti nama Haidar-nya, karena takut nanti anaknya keras, tapi karena suami kekeuh, ya sudah, saya hanya berdo'a semoga anak saya cocok dengan namanya, dan Engkau yang Maha Baik meridhai anak ini menjadi seorang cerdik pandai kelak dan mampu memimpin seperti niat Ayahnya menamainya Haidar. </div><div><br></div><div>Ya Allah, persalinan kali ini terasa berat sekali. Saat melahirkan juga berat sekali. Sulit. Sakit. Susah. Persalinan sebelumnya juga sakit, tapi lebih mudah. Tapi tetap dalam saat saat melahirkan itu saya do'a kepadaMu. Ya Allah melahirkan saja sesakit ini, jangan engkau timpakan aku siksa neraka, karena yang ini saja saya tidak tahan. Saat melahirkan Haidar ini saya berdo'a dalam hati, engkau tahu, tapi saya tetap cerita biar orang orang juga tahu. Ya Allah luar biasa sekali persalinan ini dahsyatnya saya rasakan, maka tolong ya Allah jangan jadikan anak ini lahir sia sia. Jadikan ia seseorang yang sholeh ya Allah. Jangan lah engkau masukkan dia menjadi ahli neraka. </div><div><br></div><div>Dan malam ini, setelah saya mengingat ngingat empat persalinan saya. Semua masih terekam jelas. Bagaimana keempat anak saya lahir. Bagaimana beratnya proses yang saya lalui. Baik hamil, melahirkan, menyusui, mengurus serta mendidik mereka. Walau ya masih kecil-kecil dan masih panjang ceritanya. Tapi saya mohon sekali ya Allah, setelah ini jangan lagi engkau biarkan hamba ini berjalan di jalan yang salah, berkata-kata yang menyakiti hati orang, melainkan perjalankanlah hamba di jalan yang lurus. Setelah lelah ini, jadikan hamba ini sebagai orang yang engkau ridhai dan engkau ampuni, sampai hamba nanti menghadapmu. Karena semua yang saya lakukan ini bukan karena keberanian atau kehebatan saya, melainkan karena saya sangat mengharapkan keridhaanMu.</div><div><br></div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-12251289277323246992023-09-09T20:14:00.001+07:002023-09-09T20:14:36.700+07:00Ngaji September 2023Orang yang sudah sampai pada bersyukur dan sering memuji muji Allah dalam kesehariannya. Ia adalah seseorang yang jasadnya masih di dunia, tapi hatinya telah di akhirat. Sehari-hari nya ia menanti malaikat maut. Ia merasa bosan dengan makhluk-makhluk dan lingkungan. Bahkan merasa jijik kepada dunia. Dia menanti nanti datangnya maut. Dia mengisi hari harinya dengan ibadah. <div><br></div><div>Tiba tiba si hamba itu sudah bersama utusan utusan Allah yakni malaikat maut. Dia merasa tenang dan mencium aroma wangi wangian. Dan malaikat itu membawa berita gembira yakni syurga bagi hamba tersebut. Dan disampaikan bahwa Allah ridha kepada hamba tersebut. Yakni ridha yang ketiadaan murka. Malaikat tersebut membawa diri hamba pada kebagusan jiwa, sempurna kegembiraan dan keinginan, daripada negeri dunia yang fana dan banyak fitnah (mendatangkan dosa). Membawa ia kepada hadirat Allah, dan tempat menetap nya yakni taman taman syurga. </div><div><br></div><div>Lalu hamba itu melihat bagi dirinya yang lemah, lagi yang membutuhkan dari yang memberi nikmat dan menetapkan, dan Kerajaan yang besar lagi agung. Dan bertemulah ia di sana dari pada penghulunya Ar Rahim (yang amat kasih sayang) yang melimpahkan anugerah lagi yang mulia. Yang tinggi lah sebutannya Allah. </div><div><br></div><div>Maka setiap hari bertambah tambah lah pemberian dari Allah kepada nya. </div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-17557272290138338642023-06-06T22:44:00.002+07:002023-06-06T23:11:34.639+07:00PNSSelembar kertas bertuliskan Surat Keputusan Calon Pegawai Negeri Sipil mengubah hari-hari kita. <div><br></div><div>Yang selama ini mencari pekerjaan, kini sudah menemukan apa yang harus dikerjakan. <br></div><div><div><br></div><div>Yang dulunya selalu resah ditanya kerja apa? Kini sudah bisa mantap menjawab PNS! Apa lagi jika tanya datang dari calon mertua, kita tidak lagi dipandang sebelah mata. </div></div><div><br></div><div>Yang dulunya bangun pagi tarik selimut kembali, sekarang sudah tidak lagi, karena kantor sudah menanti. </div><div><br></div><div>Yang dulunya dipanggil kakak kini kaget dipanggil ibuk atau bapak. </div><div><br></div><div>Ada juga yang sudah bertahun tahun honor dan bakti, kini tak lagi mengharapkan honor yang tak pasti, karena tiap bulan sudah pasti masuk gaji. </div><div><br></div><div>Tapi ada juga yang masih belum puas hati. </div><div><br></div><div>Merasa iri dengan ASN provinsi, sebab TPP mereka jauh lebih tinggi. </div><div><br></div><div>Merasa ingin seperti teman, yang lulusnya di kampung halaman</div><div><br></div><div>Padahal semua yang kita dapati hari ini adalah taqdir terbaik, tak perlu lihat kanan dan kiri</div><div><br></div><div>Pepatah bilang rumput tetangga lebih hijau, tetangga bilang rumput saya yang lebih hijau.</div><div><br></div><div>Pendapatan kecil jangan disoal. Pohon besar mana yang tak pernah kecil?</div><div><br></div><div>Pelan pelan kita juga akan tumbuh menjadi besar, bukan badannya, tapi rezekinya. </div><div><br></div><div>Asal usaha dan do'a selalu ada, tak mungkin Tuhan menutup mata.</div><div><br></div><div>Tapi jika hanya duduk saja, janganlah harap hasil yang berbeda.</div><div><br></div><div>Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. </div><div><br></div><div><br></div><div><br></div><div><br></div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-57386098369551288042023-06-05T17:20:00.001+07:002023-06-05T17:20:08.728+07:00Sepi, tapi harus dijalaniKeluarga dan teman yang selalu hadir memberikan berbagai warna, entah itu kebahagiaan, keharuan, kesedihan, bahkan kesal, marah, dan kecewa. Berbagai warna tertoreh dalam setiap hari seperti episode di sinetron. Riuh, ramai, dari pagi sampai malam tidak ada adegan kosong. Ada saja yang terjadi, ada saja skenario yang digerakkan Tuhan agar kita tetap berlakon. <div><br></div><div>Kesibukan itu membuat kita sibuk. Sibuk sehingga kita tidak tahu lagi apa yang penting dan apa yang tidak penting. Bahkan sering terbalik-balik.</div><div><br></div><div>Hari ini Tuhan memaksaku untuk jeda. Tiga anak kecil yang biasa membuatku sibuk terpisah oleh seribu Bukit bumi alas dan gayo. Aku bahkan tak bisa menatap imutnya Ubaidillah ku yang masih lugu dan menggemaskan ketika berakting menjadi pahlawan super. </div><div><br></div><div>Mazaya anak perempuanku, celotehannya tak terdengar sama sekali, kepintarannya mengurai kejadian dan perasaannya. Sungguh aku tidak membayangkan dia bisa sepintar itu. Dan kadang dia menendang seseorang karena dia tidak suka diganggu. Pemberani, dan sangat memahami kebutuhannya. Dia pandai memilih, dan tidak bisa dipaksa-paksa. Namun bisa dibujuk dengan kelembutan. Tapi senyumnya tak bisa kulihat. Hanya kubayang-bayangkan, betapa besar matanya menyiratkan cinta kepadaku di saat kukatakan aku akan berangkat latsar dua hari lagi. Ditahannya air mata menggenang di matanya. Tak sampai menetes. </div><div><br></div><div>Pagi ini suamiku mengirimkan foto Abang Umar sedang sarapan. Raut wajahnya sudah menampakkan dirinya yang semakin besar. Gagah sekali di foto, walau aslinya dia sangat kurus. Aku berhutang banyak kepadanya.. Harusnya aku tidak memarahi dia yang mengantuk ketika mengaji, harusnya aku lebih sabar. Harusnya dia sering kubuat tersenyum, tertawa, kupeluk. Maafkan mamak, itu adalah kekurangan mamak dalam menahan emosi. Kadang orang dewasa itu kekanak-kanakan. Pemarah dan sulit memaafkan. </div><div><br></div><div>Hari ini kucoba menjernihkan pikiranku. Semua orang punya benang kusut di kepalanya. Tidak tau mana ujung pangkalnya. Mengurai dari tengah malah menambah kekusutan. Dibiarkan akan tetap kusut. Pelan-pelan. Bersabarlah dengan 'kepelan-pelanan' yuni... </div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-44930890970552346582022-12-21T20:26:00.001+07:002022-12-21T20:26:31.867+07:0021 Des 22 pengajian Abi tentang wudhuApabila ragu ragu pada mandi atau wudhu, akan sudah dibasuh atau tidak anggota wudhunya atau mandinya, maka wajib kembali ia pada yang ia ragukan tersebut, untuk diulangi.<div><br></div><div>Apabila ragu tentang sudah rata kah air pada anggota mandi atau wudhunya, maka tidak wajib ia kembali membasuhnya.<br><div><br></div><div>Apabila ragu ragu pada niat akan wudhu atau mandi, sedangkan ia telah selesai, maka tidak perlu diulang menurut pendapat yg lebih unggul.</div><div><br></div><div>Qiyas pada shalat, jika seorang ragu apakah ada melaksanakan satu rukun atau tidak, misal ada tidak membaca alfatihah, maka ia wajib kembali kepada alfatihahnya, untuk diulang. </div><div><br></div><div>Disunatkan bagi yg berwudhu, meskipun dia berwudhu dengan air rampasan, berdasarkan pada pendapat yg unggul, untuk membaca bismillah pada awal wudhu (bersamaan dengan mencuci dua telapak tangan), karena ikut pada nabi. Dan yang lebih sempurna dari bismillah adalah bacaan bismillahirrahmanirrahim. Dan wajib membaca bismillah di sisi imam ahmad (hambali).</div><div>Dan disunatkan sebelum membaca bismillah untuk berta'awwuz (a'uzubillahiminasysyaithanirrajiim). </div><div><br></div><div><br></div><div>Ta'awuz</div><div>Bismillah</div><div>Dua kalimah syahadat.</div><div>Alhamdulillahillazi (maha suci Allah yg telah menjadikan air untuk bersuci)</div><div><br></div><div><br></div><div><br></div><div><br></div></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-46613355159108055862022-11-03T13:24:00.001+07:002022-11-03T13:24:29.051+07:00Mazaya NgomelAbang Umar bolak balik ke kamar mamak, sehingga temannya ikut-ikutan masuk ke kamar juga. Saya pun melarangnya. <div><br></div><div>Namun Mazaya juga tidak tinggal diam. Dengan serius dia mengatakan</div><div><div>"Istri ayah dah itu, kena marah kalian nanti sama suaminya kek mana, udah dah pulang suaminya." </div><div><br></div><div>Ya Allah mazaya meutuah..</div></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-64121678973451674322022-04-28T21:23:00.001+07:002022-04-28T21:26:03.209+07:00Ubaidillah, anak ke 3<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaFMKbKt_P3-7vLc-x4lvA6huaqtchuV0U8sNAfcb_cVnEaXHOxs6K9l2zQ9iUxYUU_DBPupTyB8iPV3rPBhtc1xKiX7dgwxotfspmnh5n9ZuliewzwoF_uXUyUWaaRbrX7JBUzxvAPYI/s1600/1651155789759422-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaFMKbKt_P3-7vLc-x4lvA6huaqtchuV0U8sNAfcb_cVnEaXHOxs6K9l2zQ9iUxYUU_DBPupTyB8iPV3rPBhtc1xKiX7dgwxotfspmnh5n9ZuliewzwoF_uXUyUWaaRbrX7JBUzxvAPYI/s1600/1651155789759422-0.png" width="400">
</a>
</div><div><br></div><div>4 april 2022, umurnya genap 1 tahun. Dialah anakku yang ke tiga. Namanya Ubaidillah Al Ghani, Hamba Allah yang Maha Kaya. Hamba Allah adalah sebuah gelar yang paling dibanggakan oleh Rasulullah, dialah hamba dari Sang Maha Kaya, tidak ada yang kaya melebihi Tuannya, maka dia akan tumbuh menjadi orang yang tidak mengharapkan apapun selain dari Rabbnya. Nama pemberian Abi Hasbi Al-bayuni, guru saya.</div><div><br></div><div>Ubai memang belum pernah saya ceritakan dalam blog ini. Itu semua karena kesibukan saya semata. Dia adalah anak yang kami nanti-nantikan, dalam usaha memiliki anak ke tiga, saya sempat mengalami dua kali keguguran. Bahkan ketika saya positif hamil yang ke tiga kalinya, saya sempat mengalami pendarahan. Berbekal pengalaman sebelumnya, saya langsung pulang ke rumah mertua saat itu, dan beristirahat total selama kurang lebih 10 hari. Alhamdulillah inilah dia si ubaidillah kesayangan kami semua. Abang, kakak, ayah, dan mamak sangat berbahagia dengan kehadiran Ubai. </div><div><br></div><div>Umur 1 tahun Ubaidillah sudah bisa berjalan. Dia imut sekali. Setiap memasuki kamar dia akan memanggil "Mak-mak" dan tertawa. Kami semua gemas sekali padanya. Dia senang sekali mandi di ember, lalu berpindah masuk ke ember cucian, sering dia menarik kain-kain rendaman keluar ember, memindahkan ke ember mandinya, atau memasukkan bajunya yang dipakai sebelum mandi ke dalam ember mandinya. Dia senang sekali meniru mamak menyuci. Tapi mamak repot sekali jika menyuci dengan tangan, karena sekali dia melirik mamak di kamar mandi, dia akan segera nimbrung. Tak peduli berapa kali diangkat dan dipindahkan, dia akan kembali lagi. </div><div><br></div><div>Ubaidillah juga tidak rewel, dia asik dengan benda apa saja. Kadang dia mengeluarkan semua bawang dari keranjang, mengeluarkan sayur dari kresek belanjaan, melempar jeruk-jeruk nipis ke seluruh rumah, mengunyah bawang yang sudah dikupas sampai mulutnya bau bawang, sampai menggigit jagung mentah atau tempe dalam plastik. Hahaha.. ubai memang aktif sekali. Sering kami jantungan karena dia membuka lemari piring dan menarik piring dan gelas dari lemari. Dan dia sudah memecahkan sekitar 4 buah gelas dengan cara dilempar, dan membanting sebuah piring ke lantai hingga pecah. </div><div><br></div><div>Jika haus, ubai akan berusaha meraih gelas di meja dan mengisinya di dispenser hingga air bertumpahan. Lalu menegak air di gelas dengan sekali tenggak, dan byurrr dia mengguyur muka sampai basah ke baju-bajunya. Ada-ada saja tingkahnya.</div><div><br></div><div>Di antara abang dan kakak, ubai adalah yang paling aktif. Dia beberapa kali jatuh dari kasur. Sampai-sampai mamak memilih untuk tidur di kasur santai dari pada di ranjang. Dan benar saja, begitu terkejut dia langsung merangkak keluar kamar! Pernah suatu malam saya terbangun karena mendengar ubai menangis. Saya terkejut dan mencarinya di sekeliling saya yang gelap, karena kami biasa tidur dengan lampu yang dipadamkan, ubai tidak ada, saya pun panik dan keluar kamar. Kamar kami pintunya terbuka, dan ternyata ubai sudah berdiri sambil memegang kaki meja makan dengan kondisi hoyong baru bangun tidur, berdirinya saja masih goyang-goyang. Ya ampun... </div><div><br></div><div>Alhamdulillah sekarang ubai sudah paham bahaya, jika berada di pinggir tempat tidur, dia tidak akan turun begitu saja. Dia sudah paham bahwa jatuh itu sakit. Dan kini sudah tidak pernah jatuh lagi dari kasur :)</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-68909082517725290902022-03-19T11:58:00.001+07:002022-03-19T11:58:35.460+07:00Umar CeramahKetika sedang serius menyetrika baju, Umar duduk di sebelah saya dan berkata "Dengar ya mak, abang kasih tahu, Bulan Rajab bulan menanam, Bulan Sya'ban bulan menyiram, Bulan Ramadhan bulan memanen." <div><br></div><div>"Masya Allah, dari mana abang tahu itu?" </div><div><br></div><div>"Dari Mesjid"</div><div>Wahh... Memang akhir-akhir ini dia sering sholat maghrib ke mesjid bersama Ayah. Saya tidak menyangka dia menyimak ceramah dengan baik. Saya bangga sekali rasanya. Tapi tiba-tiba saya tergelitik bertanya kembali. </div><div><br></div><div>"Apa yang ditanam bang?"</div><div><br></div><div>Secepat kilat dia menjawab mantap "tanaman, masa orang mau ditanam, gak mungkin."</div><div><br></div><div>"Hahahahahhaa" saya terbahak mendengar jawabannya.. dasar bocah. </div><div>Setelah saya jelaskan yang dimaksud penceramah adalah amal amal sholeh bukan tanaman. Dia berbisik ke adiknya, Mazaya, "mana mungkin ya kan dek, jadi pakai apa lah orang berbuka". Mazaya pun meng-iya-kan. </div><div><br></div><div><b>Tamat</b></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-76933607005247320442022-02-10T15:08:00.001+07:002022-02-10T15:08:40.340+07:00Anak Pak Halilintar, Komen Bang UmarUmar menghampiri saya ketika sedang menyusui adiknya, Ubai. "Mak, mamak tau Baby A?" Terperangah dengan pertanyaannya, saya geleng-geleng, "gak tau, memang apaan?" Bang Umar menjawab "itu anaknya Atta Halilintar, eh mamak tau gak, Halilintar itu sama istrinya punya anak banyak, makanya mereka bisa kerja sama, anak mamak pun sedikit, itu pun masih kecil-kecil." Saya bengong menyimak, ini si abang abis nonton apa ya tiba-tiba bahas keluarga Halilintar. Melihat saya mengernyitkan dahi, Umar menjelaskan lebih lanjut "kan mamak pernah bilang anak-anaknya semua bekerja sama, itu karena anaknya banyak."<div><br></div><div>Oh.. saya paham, dulu saya pernah menceritakan tentang keluarga Halilintar saat kami sedang melihat buku Gen Halilintar di rumah, jadi saya menceritakan isi buku tersebut sekilas, tentang betapa hebatnya mereka bekerja sama mengelola kegiatan rumah. Seperti kegiatan laundry dan memasak yang dilakukan secara mandiri dengan melibatkan semua anak-anaknya. Ya maksud hati agar Umar ketika besar juga bisa mencontohnya. Hihi.. </div><div><br></div><div>"Jadi abang tahu Baby A itu dari mana?" Saya penasaran, karena selama ini saya tidak pernah memberikan umar akses yotube. "Tadi abang nonton di TV, tentang Baby A. Terus ganti ke chanel lain, tentang Baby A juga". Ya ampun.. si Abang nonton infotainment ternyata... </div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-55717882260225830392021-12-21T00:40:00.001+07:002021-12-21T00:40:52.849+07:00Pohon RindangKami punya sebuah pohon besar yang amat rindang. Dahannya menjulur ke segala penjuru, daunnya lebat, berteduh di bawahnya akan membawa rasa aman dan tenteram. Dahulu kami selalu berlari ke situ jika ada ancaman. Jika terik matahari terlalu panas kami lari ke bawah rindangnya pohon itu. Kadang-kadang beberapa sepupu kami yang berasal dari kampung juga ikut berteduh di bawahnya. Tapi sekarang pohon itu sudah tumbang. Usianya usai begitu saja. Padahal pohon itu tampak masih cukup kokoh dan segar, meski usianya ya memang sudah agak tua. Seketika kami gusar, sedikit kocar kacir hati kami memikirkan diri harus bagaimana. Pohon pelindung tumbang seketika. Padahal kami masih berharap bisa melihat pohon itu tegak berdiri. Meski daun-daunnya akan berguguran, dan rantingnya lapang di sana sini.<div><br></div><div>Tapi tidak. Pohon itu tak lagi ada. Kini ia tumbang terbaring. Hanya ingatan-ingatan tentang sejuk berada di bawah dedaunannya yang tersisa. Sungguh terasa aman bersandar di batangnya, dan manis buah-buah yang dijatuhkannya. <br><div><br></div><div> Pohon itu adalah Bapak.</div></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-11421707643859450542021-11-04T00:32:00.001+07:002021-11-04T00:35:25.243+07:00duka 3 november 2021Hari ini, jam 10 pagi, Bapak meninggalkan kami semua. Selepas Bapak dimandikan, saya bergegas melihat beliau. Suaraku sedikit memekik, "masya Allah... Lihat dek, wajah Bapak tersenyum, masya Allah..". Adikku, Najir yang ikut memandikan jenazah tersenyum, sedari tadi dia sudah tersenyum duluan, hingga barisan giginya nampak dan matanya sedikit tercipit karena sungguhnya ia tersenyum. Matanya berair. "Iya kak.. puas sekali saya mengurus Bapak. Puas sekali. Lihatlah wajah orang yang selalu senang menolong orang, yang tidak pernah rela melihat orang susah, beliau bersih sekali, tidak ada kotoran sama sekali". Tiba-tiba semua kesedihanku sirna.<div><br></div><div>Bergumam dalam hatiku, beliau husnul khatimah, dari kemarin beliau ingin mandi. Beliau ngotot sekali ingin mandi, ingin segera suci. Apa daya selang impus tertancap di tangan dan kakinya. Perekam denyut jantung tertempel di dadanya. Penghitung saturasi oksigen terselip di jarinya. Dan selang oksigen tercucuk di hidungnya, dengan satu menangkup di atas wajahnya. Tak ada daya kami memandikan beliau saat itu. Mamak mengelap seluruh tubuhnya, mengganti pakaiannya, sebersih yang ia mampu. Agar bapak puas akan dirinya. </div><div><br></div><div>Tapi hari ini beliau telah dimandikan, mungkin ini yang sangat beliau inginkan. Disucikan dengan sebersih-bersihnya. Hingga tersungging senyum bahagia itu di bibir dan wajahnya. </div><div><br></div><div>Saya ikhlas. Saya ikhlas beliau pulang kepada Rabbnya. Yang amat ia cintai. Bahkan saat beliau sudah tidak mengingat apapun di malam sebelum beliau kami larikan ke IGD, shalat tidak pernah lekang dari ingatannya. Hanya shalat yang diingatnya. Dengan segala yang kami tahu kami mengawal wudhu dan shalat beliau. Sampai beliau pulang. Beliau terus dalam shalat shalat fardhu dan sunatnya. </div><div><br></div><div>Potret beliau silih berganti berputar di ingatan, dengan berbagai ekspresi. Saat beliau tegas, saat beliau menggunakan jaket, saat beliau hendak pergi shalat, saat beliau membaca. Aahh... Bapak. Engkaulah teladan kami</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-45197749777062837552021-09-03T18:44:00.001+07:002021-09-03T18:44:59.331+07:00Umar GombalHari ini saya terkonfirmasi positif covid19, sehingga menjalankan isolasi mandiri di rumah. Anak laki-laki saya yang beranjak 7 tahun tiba-tiba protes "asik-asik pakai masker sejak covid, gak ada lagi nampak cantiknya. Cuma mata aja yang nampak." Lalu aku menurunkan masker, "nah itu baru nampak cantiknya". Aku tersipu malu.Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-44676177448362448682021-05-13T07:45:00.001+07:002021-05-13T07:45:14.808+07:00Renungan Syukur<b>Hati yang bersyukur senantiasa</b><div><b>Mencari keindahan </b></div><div><b>Walau dalam keadaan yang sulit</b></div><div><b>Dan kekurangan</b></div><div><b>Ia yakin, tidak mungkin </b></div><div><b>Tidak ada bagian yang indah </b></div><div><b>Dalam kehidupan ini.</b></div><div><b>Walau hanya remah-remah</b></div><div><b>Keindahan itu pasti ada.</b></div><div><b>Dalam pencariannya..</b></div><div><b>Hati yang bersyukur </b></div><div><b>Akan mendapatkan</b></div><div><b>Keindahan, hikmah, dan kenikmatan</b></div><div><b>Yang terus bertambah-tambah.</b></div><div><b><br></b></div><div><b>Sedangkan hati yang kufur.</b></div><div><b>Selalu melihat kejemuan</b></div><div><b>Padahal dirinya hidup di tempat </b></div><div><b>Yang diimpi-impikan orang banyak</b></div><div><b>Yang keindahannya melimpah</b></div><div><b>Tapi semua itu semakin hari semakin terhijab dari pandangannya</b></div><div><b>Yang tampak hanya keburukan.</b></div><div><b>Karena ia condong mencari keburukan</b></div><div><b>Sekalipun keburukan itu tersembunyi,</b></div><div><b>kecil, dan sedikit.</b></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-5171746614643838772021-03-03T16:00:00.001+07:002021-03-03T16:12:27.569+07:00Telur, Rambut, Buka Puasa<b>Telur</b><div><b><br></b></div><div>"Mamak, masakkan ini untuk kawan nasi kita" Umar mendatangi saya yang tengah sibuk menyapu di dapur dan menyodorkan sebutir telur kepada saya. Karena baru saja dia selesai sarapan, dan masih cukup kenyang, saya tahu dia hanya bercanda. "Letakkan telur itu kembali nak, hari ini kita tidak makan telur, kan ada ikan acar kuning yang abang suka sudah mamak masakkan". Dengan wajah cerianya seperti biasa, ia pergi dengan telur itu, kuanggap dia akan mengembalikannya ke rak telur.</div><div><br></div><div>Piring kotor semalam masih banyak dan harus segera dicuci. "Mak, ini ada paket" Umar kembali ke dapur saat saya sedang mencuci piring. Dia menyodorkan selembar kardus yang dilipat tiga. Saya tahu dia hanya sedang bercanda. Tapi saya teringat ilmu parenting untuk tidak mengabaikan anak, seremeh apapun ceritanya. Saya mencuci busa sabun yang ada di tangan dan menerima 'paket' dari Umar. Ketika saya membuka lipatan kardus itu, dan *plookk!* Sebutir telur menggelinding dari dalam kardus dan pecah di lantai. Seketika itu juga mata saya menatap Umar dengan kesal. Menangkap wajah saya yang muram, Umar yang baru menyadari kesalahannyapun cengar cengir dan kabur ke ruang TV. </div><div><br></div><div>Hah... Sudah mencuci piring belum kelar, tambah PR membersihkan telur pecah. "Memang gak ada kerjaan abang ya, sini bersihkan telurnya biar ada kerjaan abang". Kataku.</div><div><br></div><div><br></div><div><b>Rambut</b></div><div><b><br></b></div><div>Umar sedang sangat bersemangat mengaji Iqra. Alhamdulillah, tinggal beberapa halaman lagi dia akan naik ke Iqra 6. Akhirnya do'a saya selama ini diijabah. Umar yang tadinya malas diajak mengaji sekarang malah tidak mau libur satu haripun. Jika malam tidak mengaji, maka dia akan minta diganti pada siang harinya.</div><div><br></div><div>Seperti biasa, setelah maghrib saya mengajari Umar mengaji. Mazaya di ruang TV. Biasanya dia tidak akan menonton dengan fokus, sesekali dia menonton, sesekali dia bermain dengan dua boneka, sapi dan beruang, yang katanya adalah anak kembarnya. Nanti dia akan pura-pura memberi mereka makan, menyelimuti mereka, dan menidurkan kedua anak kembarnya itu.</div><div><br></div><div>Selesai Umar mengaji, sudah jam 9 malam. Saya keluar kamar mau menyiapkan makan malam untuk anak-anak. "Mak, lihat adek sudah pandai pangkas sendiri" ucap mazaya, sebelah tangannya memegang gunting, sebelahnya lagi meletakkan rambut di dalam mangkuk kecil berwarna nila. "Astaghfirullah adek.... Kenapa adek potong rambut adek" saya histeris melihat rambut kiri dan kanannya sudah banyak yang terpotong. Mangkuk kecil itu sudah penuh dengan rambut. "Ya Allah adek, tahu Ayah marah ayah nanti ini". Saya masih panik. "Adek gak mau dimarahi Ayah" Mazaya tiba-tiba ketakutan dan mulai menangis. Sayapun sadar telah menakutinya, "yasudah ayo kita cari salon yang masih buka".</div><div><br></div><div>Mazaya terus menangis, "adek mau dipangkas di salon mak" saya yang merasa bersalah mencoba menenangkannya. Ada tiga salon yang kami datangi malam itu dan semuanya sudah tutup. Mendengar ucapan ibu salon yang menyuruh kami kembali besok pagi, Mazayapun diam dan paham. Dalam perjalanan pulang, saat menyetir mobil, saya jadi tertawa. "Ya Allah adek... Dari mana adek dapatkan gunting?. Kan Mamak bilang boleh main gunting kalau ada Mamak yang mengawasi". Mazaya diam saja, mungkin bingung kenapa mamak yang tadi marah sekarang malah tertawa.</div><div><br></div><div><br></div><div><b>Buka Puasa</b></div><div>"Mak besok abang puasa ya?" Kata Umar sambil terkekeh. "Bangun sahur lah abang, biar puasa". Ucap saya.</div><div><br></div><div>Pagi ini dia terbangun pukul 08.00 dan langsung mencari saya ke dapur. "Hai, have you wakeup? Udah bangun?" Ucap saya menyapa. "Iya udah, mak ini masih subuh?" Tanya Umar. "Gak lah, sudah jam 8 pagi." Jawabku.</div><div><br></div><div>"Yaah.. abang mau puasa mak" tangis Umar pecah. Samar-samar aku ingat kata-katanya kemarin yang ingin berpuasa, saya tidak menganggapnya serius. Biasanya dia akan meminta dengan jelas, seperti bangunkan abang ya mak. </div><div><br></div><div>Karena pagi ini terlambat bangun, dia terus menangis dengan mengulang-ulang kalimat "Abang mau puasa......"</div><div><br></div><div>Ayah yang sedang bersiap siap ke kantor. Akhirnya mengatakan "yaudah puasa saja".</div><div><br></div><div>Saya sebenarnya tidak setuju Umar berpuasa, karena dia masih kecil dan memang bukan sedang puasa Ramadhan. Tapi karena Ayah sudah bilang begitu, yasudah pikir saya. "Abang betulan mau puasa? Ikuti mamak baca niatnya. Sengaja aku berpuasa sunat Rajab hari ini karena Allah ta'ala". Dengan bercampur tangis dia pun mengulang niat yang saya ajarkan. </div><div><br></div><div>"Baik sekarang abang puasa ya. Jangan makan dan minum". Ucap saya.</div><div><br></div><div>"Memangnya kenapa abang mau berpuasa?"</div><div><br></div><div>"Karena kalau puasa, nanti waktu bukanya abang lapar dan bisa makan banyak. Ada kue kue yang enak juga" jawabnya.</div><div><br></div><div>Ya Ampun anak ini. </div><div><br></div><div>Siang hari. "Mak, boleh belikan abang buah nanas? Sama boleh nanti sore mamak masak yang enak-enak buat abang?"</div><div><br></div><div>"Iya nanasnya nanti sore. Masak apa? Risol mau?"</div><div><br></div><div>"Iya mau." Tak lama kemudian dia kembali bertanya "mak, boleh yang lain-lain juga?"</div><div><br></div><div>"Sebenarnya abang pengen apa? Katakan saja, kalau sanggup nanti akan mamak kasih" saya tahu dia mengidamkan sesuatu tapi ingin saya saja yang menebaknya.</div><div><br></div><div>"Kue yang ada krim krimnya boleh mak?"</div><div><br></div><div>"Roti vanila mau?"</div><div><br></div><div>"Bukan itu.. yang ada krim krimnya".</div><div><br></div><div>"Maksud abang kue ulang tahun??" Apa? Cuma untuk buka puasa, di kala gajianpun belum, saya harus membelikan kue ulang tahun untuk Umar berbuka. Mulai mengada-ngada anak ini batin saya. </div><div><br></div><div>"Iya.. tapi gak perlu pakai lilin, nanti dikira orang abang ulang tahun pula". Ucapnya sambil cengar cengir.</div><div><br></div><div>Mendengar bahasanya meminta sangat sopan, saya pun agak luluh "Yang potongan aja ya, yang kecil kecil" saya mencoba bernegosiasi.</div><div><br></div><div>"Yah janganlah yang potong, yang besar aja. Nanti bisa makan bagi-bagi". Wajahnya memelas, sedih, mulai mau menangis.</div><div><br></div><div>"Nak, yang mampu mamak belikan aja ya.. jangan yang besar. Gak usah bagi-bagipun tidak apa. Untuk abang saja".</div><div><br></div><div>"Tapi abang ikut ya waktu belinya, ya mak ya". </div><div><br></div><div>Huh..</div><div><br></div><div>"Iya."</div><div><br></div><div>Jam sudah pukul 1. Saya pun sholat zuhur. Mazaya dan Umar duduk di kasur dan mulai berebut HP. Mazaya menjepit HP di bawah bantal dan mengatakan pada abangnya bahwa HP mamak hilang. Abang yang tahu dibawah bantal ada HP mendesak untuk melihatnya. Sebenarnya mereka tidak bisa membuka kunci HP itu, tapi yang namanya anak-anak, apa saja bisa jadi bahan pertengkaran. Sepanjang saya sholat mereka terus saja berteriak. "Abang mau lihat" Adek terus menjawab "Gak boleh". Begitu terus sampai saya selesai sholat. Keduanya sudah lelah dan dua-duanya sudah menangis. Saya mengambil dan menyimpan HP tersebut di atas lemari. </div><div><br></div><div>Setelah membujuk dan menasehati ke duanya. Akhirnya saya berbaring di antara mereka. Mazaya tertidur.</div><div><br></div><div>"Mamak, abang pusing".</div><div>"Mungkin abang sudah tidak kuat puasa, berbuka saja ya? Karena abang tidak sahur"</div><div>"Kalau buka haruslah ada kue-kue" jenjreng! Dia kembali menuntut kue kue.</div><div>"Kuenya sore nanti, sekarang berbuka dulu" saya mencoba membujuknya.</div><div>"Kan mamak udah janji, kalau buka puasa harus ada kue". Dia mulai menangis. </div><div>"Yasudah kalau begitu tidur saja dulu. Nanti sore abang berbuka, sekarang tidak ada kendaraan, tepung juga tidak ada. Bagaimana membeli kue" ucap saya meneguhkan hati, satu sisi saya sedih anak mulai lapar.</div><div>"Tapi kalau pusing begini abang gak bisa tidur" ucapnya mulai lunak.</div><div><br></div><div>"Yasudah abang berbuka dengan sirup, dan makanannya nasi sama mie saja bagaimana?" Kata saya menawarkan pilihan lain.</div><div><br></div><div>"Tapi kuenya tetap ya mak, nanti sore?"</div><div>Dia tetap ngotot minta kue. </div><div>"Iya nak". Walau nutrisinya kurang, yang penting Umar dapat karbohidrat dulu pikir saya, jika tidak anak ini bisa lemas. Kakinya saja sudah dingin begini.</div><div><br></div><div>Bergegaslah kami keluar kamar, menyiapkan makanannya dan makan bersama. Dia menyuapi sendiri makanannya dengan sangat lahap. Memang kelihatan sekali sudah laparnya. Setelah itu saya pun mengajaknya tidur.</div><div><br></div><div>Tiga hari ini hidup saya ramai sekali.</div><div><br></div><div><br></div><div><br></div><div><b><br></b></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-8175110764612221102020-11-02T23:36:00.001+07:002020-11-02T23:36:49.526+07:00Setelah 1 Tahun Resign <div>Waktu berputar tanpa rem dan gas, berjalan dalam ukuran yang ditentukan Tuhan sejak permulaan waktu itu sendiri diciptakan. Masa lalu tinggal di belakang sana. Semakin hari semakin jauh. Beberapa memori pudar dari ingatan. </div><div><br></div><div>Beberapa orang bertanya, apakah ada penyesalan memutuskan berhenti bekerja?</div><div>Untuk pekerjaan yang lalu saya jawab tidak ada. Apakah indah sekali menjadi IRT dan seneraka itu menjadi seorang wanita karir? Saya menebak benak mereka yang bertanya. </div><div><br></div><div>Tidak sesederhana itu. Keinginan kembali bekerja itu tidak lenyap begitu saja. Terkadang ia muncul di saat-saat tertentu. Obatnya saya mencoba berandai-andai membenturkan antara kembali bekerja dan meninggalkan anak-anak lagi seperti dulu. Huh.. saya tidak siap. Batin saya tidak kuat. Anak-anakpun tentu akan berontak, mereka sudah sangat nyaman dengan kehadiran saya setiap waktu di rumah. Mereka bisa kompak protes jika saya bercanda akan ke kantor mulai besok. Tidak ada yang terima, saya menangkap raut trauma dalam nada bicara mereka. "Ayah saja yang kerja, mamak di rumah saja, temani kami" ucap mereka dengan versi masing masing.</div><div><br></div><div>Alhamdulillah, ternyata mereka jauh lebih nyaman bersama ibu kandungnya yang tidak jarang marah-marah, dibanding siapapun, padahal ibu yang mengurus mereka dulu itu sangat baik dan ramah kepada anak-anak.</div><div><br></div><div>Tahun depan anak pertama saya sudah masuk TK. Saya melihat dia tumbuh menjadi anak yang berkarakter. Dia lembut dan mudah tersentuh, sedikit penakut mencoba hal baru, tapi dengan tidak terlalu keras dan memaksa, pelan-pelan dia belajar mengatasi berbagai ketakutannya sendiri. Dia anak laki-laki yang sangat menyayangi ibunya, suatu malam dia memilih menemani saya mengupas bawang dari pada saya suruh duduk duduk santai di luar rumah.</div><div><br></div><div>Saya tidak sabar menunggu dia sekolah. Entah apa lagi cerita besok.</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-20882391796942344212020-09-28T06:41:00.001+07:002020-09-28T06:45:08.862+07:00Mamak Yang BerubahAstaghfirullah<div>Sepertinya kalimat istighfar ini yang harus banyak saya ulang-ulangi ke depannya. Memohon ampun pada Allah atas ketidaksabaran saya akhir-akhir ini pada anak-anak. Ya.. belakangan saya sering sekali marah-marah pada anak. Entah saya yang sudah kurang sabar, entah anak-anak yang sekarang sudah bertambah kepintarannya sehingga tidak mau langsung patuh pada kalimat-kalimat saya. </div><div><br></div><div><b>Lelah</b></div><div><b><br></b></div><div>Bulan ini kami pindah rumah lagi, bersyukur rasanya banyak saudara yang ikut menolong. Dengan kondisi saat ini sedang hamil tiga bulan, saya menjadi sangat mudah lelah. Sehingga walau sudah banyak yang turut membantu, tetap saja segunung pekerjaan mesti harus saya kerjakan sendiri. Tanpa mengurangi pekerjaan rutin harian seperti belanja, mencuci piring dan baju, menyiapkan makanan, sampai menyuapi anak-anak makan yang memang lagi pada susah makan, sehingga harus super sabar dan telaten sekali memberi makan mereka. </div><div><br></div><div><b>Kurang pegawai</b></div><div><b><br></b></div><div>Setelah segala kelelahan itu, sejak pegawai toko kebab kami mengundurkan diri karena kesibukannya yang lain, saya juga harus ikut pasang badan berjualan. Nah ini bagian yang sebenarnya membuat semua kelelahan menjadi klimaks. Saya tidak bisa tidur malam cepat. Bagi saya yang dalam kondisi super lelah, tidur cepat adalah hal yang sangat saya butuhkan. Makanya ketika harus ikut berjualan, pulang sudah kemalaman, anak-anak bermain sebelum tidur. Itu adalah saatnya bom emosi saya harus meledak. Ya. Saya tidak bisa menahan ngantuk, jika ngantuk maka saya akan sangat emosional.</div><div><br></div><div><b>Jangan memarahi anak</b></div><div><b><br></b></div><div>Kalimat ini selalu saya usahakan menjadi nasehat diri setiap hari. Saya pikir karena belakangan ini saya sering marah-marah, anak-anak saya menjadi tidak patuh lagi seperti dulu. Atau mungkin saya sekarang kurang do'a kepada Allah. Ya Rabbi baikkanlah akhlak anak-anak hamba.. ampuni lah diri hamba yang sudah menjadi ibu yang pemarah.</div><div><br></div><div><b>Abang Umar mengeluh..</b></div><div><b><br></b></div><div>Sampailah pada puncak kesedihan, abang umar pun mengutarakan isi hatinya. "Mamak sekarang berubah, kerjaan mamak setiap hari marah-marah, dulu mamak tidak begitu, wajah mamak berubah" saya paham.. dulu kami sering bercanda dan tertawa, belakangan saya sibuk mengurus urusan rumah. Merapikan sana sini setiap hari. Sibuk dan tidak sempat bermain dengan anak. Ditambah suami yang juga sedang padat sekali di kantor, sehingga tidak bisa terlalu diganggu. Wajah saya menjadi selalu serius, dan jarang tertawa. Itulah wajah mamak berubah yang dimaksud Umar, karena saya tidak berubah menjadi jerawatan atau bertambah jelek 'kata' cermin di kamar. </div><div><br></div><div><b>Selanjutnya apa?</b></div><div><b><br></b></div><div>Seperti biasa, berusaha sabar lagi. Setiap hari, hanya itu saja. Karena saya memang pada dasarnya banyak unsur api. Tapi dulu cukup berhasil dikendalikan. Tapi belakangan 'dibensini' oleh beberapa bumbu-bumbu kehidupan, kelelahan, hormon yang berubah karena hamil, kurang liburan, dan mungkin juga kurang memperhatikan kebahagiaan diri sendiri. Biasanya saya sering membahagiakan diri dengan makanan bernutrisi baik, bagi saya makan yang bernutrisi membuat batin saya merasa baik, diperhatikan dan disayang. Kadang saya juga kepingin makan makanan tertentu, dan saya masak sendiri. Ya saya lebih suka membuatnya sendiri, walau kadang-kadang ya beli juga, rasanya itu menjadi healing dari stres harian yang cukup efektif bagi saya. Tapi sekarang saya hanya memendam mendam keinginan-keinginan saya, karena tidak sempat dan juga tenaga yang tidak memadai. Setiap saat kepingin makan rujak, ya sudah saya beli saja. Tapi kadang-kadang itu juga tidak tercapai. Namanya saja hidup, kadang keinginan sesederhana minum es cendol juga bisa gak kesampaian berminggu-minggu. </div><div><br></div><div>#bumilmemangribet.</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-33391362768684903482020-09-01T16:52:00.001+07:002020-09-01T16:52:42.965+07:00Kisah VBAC Kak Siti (Kakak Ipar)<div>Kisahnya tidak ditulis secara utuh, ini hasil wawancara via WA. Semoga memberi hikmah kepada teman-teman yang sedang ikhtiar. Hehehe.. mohon maklum ya tulisannya banyak singkatan. Saya lagi malas ngedit, jadi saya copas-copas saja dari percakapan kami. </div><div><br></div><div>Kakak : Alhamdulillah cek uni</div><div>Padhl smlm sempt takut juga karna lama keluar pas pembukaan 10</div><div>Pas datang kk smalam jam 8 malam<br></div><div>D blg mash pembukaan 1<br></div><div>Kk teringat yuni bilang kalo mash pembukaan awal2 mending pulang aja<br></div><div>Karna lama x harus nunggu<br></div><div>Jadi d blg jam 4 subuh nnt balek lagi drpd d sni bosan<br></div><div>Trs sblm pulang kk ke kamar mandi kebelet pipis rupanya uda pembukaan 6<br></div><div>Pas d periksa lagi d blg ini uda pembukaan 6 jam setengah 9<br></div><div><br></div><div>Yuni : Iya. Balap x bukaannya. Amazing. Bidan aja sampe suruh pulang kan</div><div><br></div><div>Kakak : Trs jam 9.15 uda pembukaan lengkap </div><div>Tp ga keluar2 bayinya</div><div><div>Ambien Kk tambah parah </div><div>Pas ngedan</div></div><div>Hampr jam setengah 10 alhamdulillah langsg lahir 🥺<br></div><div><div>3.3kg</div><div>50cm cek uni</div></div><div><br></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhglyigEAG-TP0IrJEo6rsIYaV_V_5iy_gFGrXtHym15thqaZ1PyqIP-5FPkKK7ijfG-XfhISe2v15GsLylVlEAqXFfKQeLQJ182ZHU4X4azNmFpZi7x7NTi4vNh20wvXc0gJFjJP-nrYQ/s1600/1598953941271319-0.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;">
<img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhglyigEAG-TP0IrJEo6rsIYaV_V_5iy_gFGrXtHym15thqaZ1PyqIP-5FPkKK7ijfG-XfhISe2v15GsLylVlEAqXFfKQeLQJ182ZHU4X4azNmFpZi7x7NTi4vNh20wvXc0gJFjJP-nrYQ/s1600/1598953941271319-0.png" width="400">
</a>
</div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-84900675825153007402020-09-01T16:45:00.001+07:002020-09-01T16:45:13.351+07:00Kisah VBAC Lidya <div>Assalamu'alaikum mba2 semua.. Yg pertama sekali lidya mengucapkan Alhamdulillah dan terimakasih bnyak atas doa nya semua.. </div><div>Lidya mau berbagi birth story ldya yg begitu terharu dan dramatis sekali 🥺🥺🥺 kalau menurut lidya sih hhee 😁😁</div><div> Pas kemarin tu lagi galau2 nya karna ud ada jadwal SC sama dktr..dan mba2 nya semua semngatin dan suami pun yakinin kalau Allah izinkan ldya normal insyaAllah normal. Dan ldya serahin semua sama Allah. Dan mulailah Allah yg berencana. @Sri Yuniar Saranin lidya ke dr hilwah sekali lgi. Dan Alhamdulillah dr nya mau nungguin lidya sakit normal. Dr nya langsung bilang bisa normal krn baru sc sekali dan jaraknya aman.HPL Dr tgl 9 bulan 9 ehhh....</div><div>Jam 12 malam tgl 31 tiba2 lidya mau BAB setelah BAB, keluar lendir darah.. Lidya panik langsung tlpn bidan pertama lidya yaitu @Sri Yuniar 🤣 bukan kasih tau mamak dulu tp nelpon bidan kesayangan dulu 🤣🥰 jam 2 sampai di RS harapan bunda pas di cek eh ud pembukaan 3 langsung di infus sama perawat nya. Dan perawatnya begitu tau lidya mau normal dia malah nakutin . Gak takut resiko nya itu bakalan robek rahim nya pendarahan dan bla bla bla ldya sama suami dngarin aja mereka celoteh .. Baru di infus ehh perawat yg lain bilang kami ud tlpn dr hilwah. Kata dr disuruh ke RS umum ZA. Krn di ZA bnyak pasien covid ldya bilang lah kenapa gk disini aja kan dr nya ada tugas di sini juga.. Eh perawat nya bilang kalau ibu mau SC baru boleh disini..pas dibilang gitu ohh yaudah kami ke ZA infus baru di pasang di cabut lagi 🤣 setngah 3 mlm kami di jalan lumayan jauh dr Rs harapan bunda ke ZA.. Di motor kontraksi makin dekat suami sabar nya lidya remas2 😅 pas sampai di ZA harus masuk tenda dulu di rapit test dulu. Harus tnggu hasil dr lab .baru boleh masuk ke dalam. Di tenda kontraksi makin kencang.. Pas di cek pembukaan..ud pecah ketuban rupa nya pembukaan ud penuh. Ldya panik bilang sama tim medis tolong lah kasih saya masuk ud gk tahan lagi nntik lahiran disini . Mmk ud marah2 suami makin panik. Gk bisa kita harus ikut peraturan bu .. Ya Allah gk tau rasa nya pas mereka bilang gitu..akhirnya petugas lab lari2an ke tenda 😁 dan mereka lngsung bawak lari ldya.. ldya juga main lari2 wlpn posisi2 nya di bad 😁 pas masuk rpnya dr memang ud tunggu2 pas masuk ruang bersalin ud mau ngedan rasanya. Ngedan 2 kali Alhamdulillah lahirlah baby nya.. </div><div>Dan mba2 semua lidya kan kayak lahiran pertama ni gk berpengalaman jd nya lidya di jahit tau gak berapa jam satuuuuu jam 😫😫😫😭😭🥺 krna robek rahimnya berantakan sekali.. Berantakan..kirain barang kali ya hhee 😅😅😅😅 tapi tak mengapa karna akhirnya Allah izinkan lidya bisa normal 😁🥰🥰🥰🥰🥺🥺</div><div>Terimakasih atas doa dan dukungan nya mba2 semua🥰🥰❤</div><div><br></div><div>Yg bnyak lidya konsumsi di masa hamil tua</div><div>Minyak zaitun kurma madu air kelapa.</div><div>Ihtiar pijat perineum udah bbrpa kali pdhl karna lidya parno dan takut sekali yg namanya di jahit 😫 tapi Allah brencna nya lain.. Dan semua ada hikmahnya 🥺🥰 </div><div>Ikhtiar mental.. Serahkan semua sama Allah .. Kita hanya bisa berencna tapi Allah yg menentukan.. Rencana Allah lebih indah 🥰🥰🥺❤...</div><div>Ini yg bisa lidya berbagi cerita lahiran ldya yg begitu terharu dramatis🥺🥺 maaf ya kalau birth story nya asal2an hhee.. 😁😁</div><div>Sekali lagi lidya ngucapin terimakasih VBAC Support grup. Bersyukur bisa bergabung sama mba2 nya ❤❤❤🥰</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-597177635676698312020-08-26T20:03:00.001+07:002020-08-26T20:03:11.025+07:00Demam dan Jus Jeruk"mamak.. adek mau jus jeruk" pinta Mazaya, "boleh, beli sama mami dela ya.. gak pakai es ya?" Kata saya menyutujui untuk membelikannya jus jeruk, ada istri sepupu Ayah anak-anak yang baru membuka warung jus, tapi karena sore tadi mazaya masih demam, jadi malam ini saya tidak mengizinkannya minum es. "Tapi adek mau pakai es.." dirinya sedikit merengek mengutarakan keinginannya. "Jangan dulu ya sayang, adek masih demam.. minumnya jeruk hangat aja ya.." bujukku. Mazaya langsung setuju, dia memang tidak begitu sulit dibujuk. Kamipun membeli jus jeruk dan kembali ke rumah. <div><br></div><div><br></div><div>Kami sedang mengungsi ke rumah mertua, karena kondisi saya yang kurang sehat. Jadi saat ini saya LDR sementara dari suami. Jadinya ya kembali seperti pasangan muda yang saling rindu. Sering chat di whatsapp. </div><div><br></div><div>"Nempak, jus adek tadi udah dingin?" Mazaya bertanya kepada ibu mertua saya. Apa? Kan tadi belinya jus jeruk hangat, saya yang sedari tadi tidak memperhatikan sekitar karena sibuk chat dengan suami, heran dan sedikit bingung. "Adek, kan tadi belinya jus jeruk hangat, kok adek tanya jus adek udah dingin sama nempak?" Tanya saya penasaran. "Iya.. jusnya udah dimasukkan ke kulkas supaya dingin. Kan adek udah gak demam.. haa.. kan adek udah gak demam" jawabnya. Saya merasa baru diakali oleh anak umur 2 tahun. Tadinya dia patuh untuk beli jus hangat, ternyata saat saya sedang chat tadi, dia meminta Nempak menyimpan jus hangatnya di kulkas.</div><div><br></div><div>Ada ada saja kelakuan anak pintar ini. Gemes!</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-10139110958828703242020-08-26T12:20:00.001+07:002020-08-26T20:04:42.246+07:00Pelajaran UntukkuPagi ini Umar membuat adiknya menangis berulang kali. Belum satu jam adiknya bangun, mazaya sudah menangis hingga tiga kali. Saya yang sedang mual-mual tidak karuan sampai naik tensi dibuatnya. Akhirnya saya menceramahi Umar.<div><br></div><div>Saya : "Abang, kenapa abang sekarang ini sering membuat adik menangis? Apa abang senang mendengar suara adik menangis? Kalau kita senang mendengar suara orang menangis, itu harus kita periksa hati kita, apakah hati kita baik atau gak baik."</div><div><br></div><div>Masih belum habis ceramah saya, tiba-tiba siku saya tidak sengaja menyikut kepala adek, saat saya berusaha memindahkan buku dari raknya. Seketika adikpun menangis heboh. </div><div><br></div><div>Umar : "coba periksa hati mamak, apakah hati mamak itu baik atau kurang baik"</div><div><br></div><div>Ucap Umar sambil menunjuk dada saya dan tertawa.</div><div><br></div><div>Saya : "Yah.. mamak kan gak sengaja"</div><div><br></div><div>Umar : "mamak periksa hati mamak itu. Hahahahhaa"</div><div><br></div><div>Saya pun menggelitikinya karena merasa sudah dipermalukan pagi ini. Ada-ada saja!</div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-45721021565956906942020-06-05T13:55:00.001+07:002020-06-05T13:55:17.915+07:00Titip Rindu Buat Bapak.<div>Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari, kini kurus dan terbungkuk. Namun semangatmu tak pernah pudar, meski langkahmu kadang gemetar.. </div><div>Kau Tetap Setia.</div><div><br></div><div>Ayah.. dalam hening sepiku rindu. Untuk menuai padi milik kita..</div><div>Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan</div><div>Anakmu sekarang banyak menanggung beban.</div><div><br></div><div>Seberapa besarpun beban di pundakku, kuharap tiada perlu kubagi padamu. Sesulit apapun kebutuhanku, kuharap Allah menunjukkan jalan lain, selain meminta padamu.. </div><div>Karena sehelai rambutpun bebanku jika engkau sampai tahu, kurasa akan menggusarkan tidurmu.</div><div>Saat kurindu, engkau juga rindu. </div><div>Jika kini kusangat rindu, maka mungkin saat ini kau juga sama. </div><div><br></div><div>Ternyata.. lama tak menatap wajahmu, sangat tak mudah bagiku.</div><div><br></div><div>Di balik ceriaku terselip kerinduan. Melihat gurat tawamu yang bagai mentari di pagiku.</div><div><br></div><div>Beribu bait puisi tak cukup. Mengurai besarnya cintaku padamu..</div><div>Bagaimana harus kuukur cintamu padaku.. tak ada angka yang tepat untuk mengukur cinta.</div><div>Hanya kenangan kita yang kini sering kuputar di kepala, agar kukenang manisnya keberadaanmu dalam hidupku..</div><div>Mengembang senyumku saat mengenang kala kau sisir rambutku dulu. Betapa dingin telapak tanganmu saat mengusap dua pipiku. Sungguh lembut bahasa hatimu mengkhawatirkan keterlambatanku pulang dulu. Betapa murah hatimu kala memberikan jajan padaku dulu.. hehe... Aku terkekeh sekarang. </div><div>Sehat-sehat selalu Pak. Jangan khawatir.. dek uni bahagia di sini</div><div><br></div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-27197515390549403302020-05-08T09:14:00.001+07:002020-05-08T09:14:27.126+07:00Tentang MondokAllahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad, Wa'ala ali sayyidina Muhammad.<div><br></div><div>Gus Baha. Sosok ini selama beberapa pekan terakhir terus menjadi pusat perhatian saya yang baru. Sosok ulama dari Rembang yang sangat faqih memahami Al-qur'an tanpa gelar. Beliau asli santri mondok, yang bahkan menjadi salah satu anggota dewan tafsir nasional, yang juga diberi tambahan tugas khusus sebagai pengurai hukum hukum Al-Qur'an. Beliau bukan hanya hafiz Qur'an, melainkan juga faham Al-qur'an. </div><div><br></div><div>Saya sendiri sudah melihat sosok mini dari Gus Baha pada diri guru saya di dayah Abi Hasbi Al-Bayuni, beliau juga berasal dari pondok, tapi diminta untuk menjadi pengajar di universitas islam, dan memegang peran penting dalam berbagai organisasi islam di Aceh, termasuk Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh. </div><div><br></div><div>Sehingga saya juga bercita-cita menerapkan pendidikan pondok pesantren pada anak-anak saya. Sekolah formal sudah melahirkan jutaan lulusan, yang secara umum ilmunya tidak aplikatif akan tetapi menyita waktu dan tenaga berpikir yang sangat banyak. Padahal salah satu do'a yang diajarkan dalam islam adalah memohon ilmu yang bermanfaat. Saya berkeyakinan, untuk menjadi ulama yang faqih, maka butuh belajar banyak sekali pelajaran, sehingga investasi waktu yang dibutuhkan harus secara penuh diplotkan untuk itu. </div><div><br></div><div>Kehendak Allah memang yang paling utama. Sehingga saya sering sekali memohon kepada Allah, agar Allah menjadikan saya wanita sholehah yang alim. Jika pun bukan saya, maka jodohkan dengan yang alim, jika juga tidak maka alimkan dirinya, jika tidak maka bukakan hatinya agar se-iya menempuh jalan yang sudah pernah ditempuh oleh orang-orang alim untuk mengarahkan anak-anak kami belajar di pondok pesantren. Walau tanpa gelar dan ijazah sekolah.</div><div><br></div><div>Karena ijazah itu pada akhirnya hanya kebanggaan sesaat. Sedang yang pokok dibutuhkan oleh masyarakat adalah orang yang berilmu dan beradab. Saya juga punya ijazah dari SD sampai kuliah dengan status cumlaude tapi tidak merasa diri saya pantas menyandang status sarjana ekonomi. Karena saya tidak ahli di bidang itu. Hanya saja saya paham teori-teori yang diajarkan guru-guru saya sehingga nilai saya selalu bagus. </div><div><br></div><div>Ibu saya memiliki 5 orang anak. Semuanya sekolah formal. Tapi di anak ke 5. Ibu saya kekeuh menyekolahkan ia di pesantren. Beliau pun memberitahukan saya, bahwa ia ingin ketika nanti ia meninggal dunia, ada satu anaknya yang benar-benar menjadi anak yang sholeh dan mampu mendo'akannya. Sehingga ia terbebas dari siksa kubur. </div><div><br></div><div>Saya pun merenung.. kami berempat adalah proses belajar panjang ibu saya selama 20 tahunan, untuk akhirnya beliau sampai pada kesimpulan itu. Bahwa banyak yang sia sia.</div><div><br></div><div>Demikian juga pada ibu mertua, beliau cukup bangga dengan prestasi ke 4 anak beliau yang pertama, karena selalu juara 1 bahkan juara umum. Tapi di anak ke 5 hingga 8. Beliau mendorong mereka semua agar menempuh pendidikan pesantren.</div><div><br></div><div>Dalam Al-Qur'an Allah sering mengatakan "bagi kaum yang berpikir, tidakkah kamu berpikir?, Dsb". Maka berpikir memiliki fungsi ibadah dan memegang fungsi peletakan iman di lubuk hati. Sehingga orang yang tidak berpikir, tidak mampu beriman secara kokoh. Dalam beberapa kitab karangan ulama juga sering menjabarkan keafdhalan berpikir yang pahalanya jauh lebih banyak dari pada beribadah sunnah seperti sholat, sedekah, dan sebagainya. Persoalan pendidikan anak telah menjadi buah pikir saya sejak lama. Bahwa jika orang tua kita baru menyadari kekeliruannya setelah menunggu puluhan tahun untuk melihat hasilnya, dan akhirnya memilih memasukkan anak-anak terakhir mereka ke pesantren, meskipun modern, maka kita harus maju satu langkah lagi.</div><div><br></div><div>Sejak sekarang, tidak perlu lalai dengan berbagai urusan yang tidak penting. Arahkan anak pada pendidikan agama sejak dini. Maka kelak anak-anak akan saya usahakan sekolah TK, lalu harus MIN, lalu mondok hingga dia alim. Walau tidak semua, minimal beberapa yang pintar-pintar mondok sampai alim. Beberapa yang ingin jadi teknisi, tenaga medis, juru masak, silahkan. Tapi saya ingin ada yang benar-benar mondok, di pesantren yang khusus mempelajari ilmu agama. </div><div><br></div><div>Sehingga jika Allah mengabulkan do'a saya. Salah satu anak saya (walau harapannya semua anak saya) menjadi ulama, walau bukan ulama alim sekali, maka kelak untuk anaknya ia akan mengambil langkah yang lebih maju lagi. Karena saya sadar hidup ini dimulai perlahan, dijalankan perlahan, insya Allah nanti di antara keturunan saya ada yang sangat 'alim. Tapi jika langkah yang saya ambil hari ini hanya ikut-ikutan seperti yang dilakukan ibu saya dulu, maka hasilnya juga sama. Lulusan universitas, yang pandai jadi pegawai, yang gak pandai jadi pedagang. Begitu-begitu saja. Tidak ada cita-cita besar yang ingin diwujudkan.</div><div><br></div><div>Dan tantangan pertama adalah meyakinkan suami.. untuk ini semoga Allah membukakan mata hati beliau, bahwa rejeki Allah yang beri, pasti diberi, mustahil rejeki itu tergantung ijazah. Semakin dekat pada Allah, tentu Allah akan memberinya lebih banyak kemudahan. Niat baik tidak mungkin Allah balas dengan kesengsaraan. Haqqul yakin soal ini. </div><div><br></div><div>Kemudian saya melihat banyak kelebihan dalam berbagai hal pada santri-santri yang sekolah di Jawa. Baik dari segi giatnya belajar, kecerdasan berpikir, keluasan ilmu, bahkan kemandirian hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi ini, tidak perlu dibahas karena banyak faktor, yang intinya membuat saya 'kepingin' anak-anak bisa mondok di jawa. Walau berat melepas, tapi saya rasa semakin berat insya Allah semakin sungguh-sungguh ia belajar. </div><div><br></div><div>Wallahu'alam..</div><div>Inilah cita-cita.. mudah-mudahan Allah menunjukkan jalanNya. Karena apabila Allah berkehendak tidak ada satu makhlukpun di dunia ini yang dapat menghentikan rencananya.</div><div><br></div><div>Ditulis ketika anak pertama (Umar Al-Asyi) masih berumur 4,5 tahun. Dan anak kedua (Mazaya Nafaisa) berumur 2,5 tahun. </div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-33168754080213755272020-03-20T16:55:00.001+07:002020-03-20T16:58:39.975+07:00coronaBukan kematian yang dihindari, karena kami juga beriman bahwa kematian sudah pasti terjadi jika sudah sampai pada waktunya. Tapi angka pasien sakit yang membludak jadi kekhawatiran. Karena penularan dari orang ke orangnya begitu mudah. Dan per hari, data pasien positif corona naik sangat tajam. Apa lagi jika tes masal nanti dilakukan dalam beberapa hari ke depan. <div>Jika sudah banyak korban mesti di rawat di rumah sakit bersamaan, tenaga medis kewalahan, fasilitas kesehatan kita tidak memadai, tidak seperti di negara-negara maju sana nak... ujung-ujungnya masyarakat panik. Yang mampu membeli bahan kebutuhan akan membeli secara panik, yang tidak mampu membeli akan menjarah!</div><div>Maka ikutilah himbauan dari orang-orang yg memiliki ilmu lebih dalam bidang ini. Jangan mengadu iman dengan ilmu, tidak perlu itu!</div><div>#By : Emak</div><div><br></div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-16481341112109885532019-12-19T07:32:00.000+07:002019-12-19T07:34:59.407+07:00Gimana sih rasanya jadi ibu rumah tangga?Tak ada hati ibu yang tidak resah ketika harus pergi bekerja dan meninggalkan anak-anak mereka di bawah pengasuhan orang lain. Tak terkecuali di bawah asuhan ibu mereka. Karena tak jarang kita dan ibu kandung kita memiliki perbedaan pendapat dalam pengasuhan anak. Kita mau anak disiplin sikat gigi sebelum tidur, ibu kita mengatakan "besok saja sikat giginya, jangan dipaksa, dia sudah sangat mengantuk". Kita dan ibu kita adalah dua wanita dari generasi yang berbeda, apa lagi jika dibandingkan dengan mertua, mungkin akan lebih rumit lagi. Pengasuhan mertua yang memiliki latar belakang jauh berbeda dengan kita, sangat mungkin menimbulkan perbedaan pendapat dalam pola pengasuhan anak yang lebih curam. Tapi tidak ada pilihan, meninggalkan anak pada orang lain jauh lebih berisiko, atau tidak mampu membayar gaji pengasuh sebab gaji sudah tinggal 'cukup cukup makan', sebab dipotong angsuran kredit. <div><br></div><div>Tapi menyusahkan orang tua yang sudah sepuh juga sering mengganggu pikiran, durhaka terselubung kata ustadz. Ah.. hidup jaman sekarang demikian rumit. Beberapa kali terpikir untuk berhenti bekerja, tapi orang-orang sekitar bilang "sayang sudah PNS, sayang sudah karyawan tetap, yahh susah sekali menjadi karyawan BUMN, duh pikir-pikir lagi kebutuhan anak sekolah ke depan makin tinggi, punya rumah dulu lah baru berhenti, tunggu sampai ada aset banyak dulu, yahh orang kesulitan cari kerja kok kamu malah mau berhenti?, Jalani saja, syukuri saja"</div><div><br></div><div>“<em>Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya</em>.” (Al Ahzab: 33).<br><div><br></div></div><div>Saya juga berpetualang panjang di dalam pikiran dan hati sebelum memutuskan resign. Dalam hal akademis di kampung, saya selalu masuk deretan juara, termasuk lulus kuliah cumlaude, tapi ya di kampung. Saya juga pernah meraih beasiswa djarum yang waktu itu hanya diraih 8 orang dari universitas saya, di kampung saya dianggap anak yang cukup pintar, walau menurut saya sendiri sebenarnya saya ini bodoh. Mungkin jika di bawa ke kampus UI saya hanya menjadi mahasiswa maksimal IPK 2,7. Hehe.. </div><div><br></div><div>Lulus kuliah saya tidak sempat menganggur, saya lulus tes menjadi karyawan tetap di salah satu BUMN. Gaji terakhir saya 6,5 juta perbulan, dengan bonus pertahun minimal sekitar 25 jutaan, ditambah THR sekitar 10juta, tunjangan pakaian kerja, rapel, insentif, yah intinya saat bekerja saya sangat berkecukupan. Bahkan saya tidak butuh dinafkahi suami waktu itu. Namun tetap diberikan, karena beliau tahu kewajibannya.</div><div><br></div><div>Dan semua itu akhirnya saya tinggalkan, dengan berbagai pertimbangan yang mungkin saya sudah ceritakan di beberapa cerita di blog ini. Saya mantap memilih resign, menjadi ibu rumah tangga, tanpa gaji lagi. Sekarang saya hanya menunggu diberikan uang semampu suami saya menafkahi, beliau seorang PNS tanpa jabatan, masih staf, masih anak baru pula. Saya tidak menuntut banyak, secukup belanja makanan bergizi untuk kita sekeluarga. Sebab saya tidak mau suami saya nanti malah korupsi gara-gara permintaan sebongkah berlian dari istrinya. </div><div><br></div><div>Sekarang mulai datang pertanyaan yang dulu menjadi pertanyaan saya sebelum resign. Apa rasanya menjadi ibu rumah tangga? Dulu pegang uang banyak sekarang tidak lagi, sulitkah? Apa merasa menyesal setelah resign? Apakah suntuk menjadi ibu rumah tangga? Apakah tidak lelah mengurus anak-anak dan rumah tanpa asisten rumah tangga? Sekolah tinggi-tinggi tapi malah di rumah, apa tidak rugi?</div><div><br></div><div>Masya Allah semoga yang bertanya cepat Allah beri hidayah, dan resign. </div><div><br></div><div>Saya bersyukur atas panjangnya langkah saya sewaktu muda, dan berbagai pendidikan yang saya peroleh, baik dari sekolah, dayah, pertemanan, kursus, dan banyak pengalaman hidup saya yang mengajarkan hikmah. Semua pengalaman hidup saya mengajarkan saya untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Saya memang keras kepala, tetapi saya orang yang banyak pertimbangan. Sekarang usia saya sudah hampir 30 tahun, saya sudah mengalami banyak hal dalam hidup baik itu nikmat maupun musibah. Saya sudah pernah sangat dekat dengan kematian pada saat tsunami tahun 2004, tapi Allah selamatkan saya, diantara 300.000 kurang lebih yang Allah jadikan mayat dalam waktu 15 menit itu. Dan saat itu saya hanya katakan dalam hati saya, ya Allah tidak ada guna nilai nilai saya yang bagus di raport, uang tabungan, dan ijazah sekolah saya (saat itu saya masih SMP kelas 2) seandainya saya hanya dalam keadaan sholat sepanjang waktu, mungkin itu lebih berguna, seandainya engkau memberi umur lagi, saya akan selalu taat ya Allah. Dan percakapan hati nurani saya yang paling murni dengan Allah waktu itu, selalu terpatri di ingatan saya, mengiringi saya, menjadi pembanding ketika saya mengambil keputusan, apakah benar hal ini tidak menyalahi ikrar saya kepada Allah waktu itu??</div><div><br></div><div>Di saat teman-teman sepermainan saya Allah wafatkan, saya malah Allah sampaikan pada nikmat pernikahan, pendidikan, anak, pekerjaan, saya harus menunggu nikmat apa lagi sampai bertaubat? Sebab saya yakin setelah semua nikmat ini pasti Allah akan merasakan kematian kepada saya. Dan menjelang kematian itu datang, barulah saya kembali sadar, dunia ini sungguh tidak berarti. Jika karena dia kita lalai akan kewajiban kita sebenarnya, maka dia akan menyusahkan kita di akhirat. </div><div><br></div><div>Lalu apa rasanya resign?</div><div><br></div><div>Saya bisa sholat awal waktu, dan berlama-lama berdo'a setelah sholat. Hidup saya tidak buru-buru lagi. Memang ada yang lebih berharga dari pada waktu? Sekarang saya bisa bersilaturrahmi ke rumah saudara, bukan untuk ghibah tentunya. Sekarang saya bisa mengunjungi orang sakit. Keuangan Alhamdulillah Allah cukupkan sampai hari ini. Anak-anak semakin pintar, dan saya tahu persis tingkah laku mereka, akal-akalan, dan cara mengendalikan mereka, Alhamdulillah. Saya bisa setiap malam bersama suami saya, sementara banyak teman-teman saya yang hanya weekend saja bersama suami mereka. Saat suami lelah saya bisa menghiburnya, saat saya lelah sebagai ibu rumah tangga, saya bisa tidur siang bersama anak-anak, sehingga bangun tidur saya sudah kembali segar. </div><div><br></div><div>Apa tidak menyesal? Iya menyesal sedikit, kenapa tidak dari dulu saya resign. Hehehe.. hanya bercanda, saya tidak menyesali, saya pernah bekerja saya syukuri, justru dari situ saya sadar ternyata kebahagiaan bukan pada uang, tapi hati yang berharap hanya kepada Allah.</div><div><br></div><div>Wallahu'alam</div><div><br></div><div><br></div><div><br></div>Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5156302849492226902.post-85203764299610680712019-09-15T23:39:00.001+07:002019-09-15T23:39:35.267+07:00Cita cita dan Nafsu (Part 2)<p dir="ltr">Saya masih punya kontak satu teman SMA saya yang saya tahu ikut pengajian. Dari dia akhirnya saya ikut masuk pengajian malam hari di salah satu pesantren. Saya merasa memang sisi keimanan saya yang bermasalah. Saya tidak punya ilmu yang banyak mengenai Agama. Walau <u>pernah</u> mengaji di TPA mesjid. Tapi tidak cukup. Di sana saya merasa seperti seonggok sepeda motor rusak yang masuk ke bengkel. Setiap hari sedikit demi sedikit diri saya diperbaiki, beberapa onderdil di kepala saya diganti, hati saya dicuci kembali, saya merasa menemukan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Yaitu mencari keridhaan Allah. Bagi saya pesantren dan guru mengaji saya adalah cahaya di tengah gelapnya kehidupan dunia yang hiruk pikuk.<br></p>
<p dir="ltr">Tapi dalam beberapa hal, saya masih belum bertemu dengan BAB pelajarannya. Sehingga saya mengambil langkah yang salah. <br></p>
<p dir="ltr">Terutama dalam hal memilih pekerjaan. Keinginan saya bekerja bukanlah atas dasar ingin beribadah kepada Allah, melainkan hanya ingin bekerja di PT Persero saja. Dan Allah Maha Mendengar, saya lulus di sebuah perusahaan persero. Saya bahagia dan sangat yakin pada pekerjaan saya saat itu. Saya yakin murni syari'ah dan merupakan pilihan terbaik bagi saya. Enam tahun saya bekerja di sana dengan tenang dan bersemangat. Sampai suatu hari saya mendapati beberapa persoalan dalam hidup saya...<br></p>
<p dir="ltr">Anak saya sudah dua orang, keduanya masih balita. Meninggalkan mereka untuk bekerja sangat mengganggu pikiran saya. Saya merasa menjadi ibu yang buruk. Berikutnya saya mendapati banyak perubahan-perubahan di perusahaan yang kemudian menggoyangkan keyakinan saya pada pekerjaan ini. Saya merasa sudah berseberangan dengan visi perusahaan. Untuk mencapai target saya harus mendorong lebih banyak orang untuk berhutang. Padahal prinsip hidup saya adalah biar makan ikan asin, yang penting saya tidak punya hutang.<br></p>
<p dir="ltr">Sampai akhirnya saya banyak menyimak kajian dan berdiskusi dengan beberapa teman dan guru. Yang akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa saya harus melepas pekerjaan ini. Karena saya sudah tidak bisa lagi menawarkan produk ke orang lain. Saya tidak bisa mendustai hati kecil saya. <br></p>
<p dir="ltr">Sampai suatu hari saya melaksanakan shalat istiqarah memohon petunjuk kepada Allah agar diberi pertanda. Allah menjawab istiqarah saya dengan kontan. Besok siang ketika suami saya masih dinas di luar kota, anak saya yang sulung (3 tahun) saat sedang duduk tenang menonton TV, tiba tiba merubah posisi duduknya dan 'krek!' Tulang tangannya tiba-tiba bergeser! Sontak dia menjerit dan menangis hebat. Tangannya tidak bisa digerakkan. Ya Rabbi dia hanya duduk dan tidak melakukan apapun kecuali menopang sedikit tangannya dan hal itu terjadi. Allah memberi pertanda supaya saya selalu mendampingi mereka, begitu bisik hati saya waktu itu. <br></p>
<p dir="ltr">Lalu saya meminta tolong tetangga mengantarkan kami ke tukang kusuk terdekat. Dalam hati saya waktu itu sesaat kemudian muncul keraguan (sekarang saya percaya memang syaitan senantiasa membisikkan keraguan dalam hati hamba Allah yang ingin bertaubat). Terbersit di hati saya saat itu, ya Allah jika benar ini tandanya beri saya satu tanda lagi.<br></p>
<p dir="ltr">Saat mobil tetangga yang saya minta tolong tadi hendak keluar pagar dengan kami di dalamnya. Tiba-tiba seorang pengendara sepeda motor yang melaju sangat kencang menyambar bagian depan mobil yang kami tumpangi. Suara benda patah terdengar keras. Tetangga saya mengerem mobil seketika. Kami semua beristighfar. Dan saya beristighfar paling banyak dalam hati. Ini lah tanda yang saya minta pikir saya. <br></p>
<p dir="ltr">Setelah diperiksa ternyata salah satu lampu mobil tetangga saya lepas dari kapnya. Dan saya hanya bisa mohon maaf sudah menyusahkan mereka.</p>
<p dir="ltr">Sejak hari itu berbagai kejadian terus menimpa keluarga kami. Tidak hanya sekali, anak sulung saya mengalami terkilir hingga beberapa kali. Penyakit gatal gatal yang akut menimpa kami sekeluarga. Kulit anak-anak tiba tiba melepuh, bisul yang tumbuh bertubi tubi baik pada anak-anak, saya, dan suami. Padahal kami sudah berusaha hidup sangat bersih. Akhirnya saya merenungkan. Saya punya banyak sekali kesalahan. Saya harus memperbaiki kesalahan saya, terutama memperbaiki niat pada setiap pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah.<br></p>
<p dir="ltr">Setelah berbulan-bulan mengalami banyak gangguan kesehatan, sampai uang kami dipinjam teman tapi tidak kembali hingga sekarang sebesar 30 juta. Saya pasrah. Saya lepas pekerjaan saya. Berharap ini adalaha keputusan yang tepat. Saya pulang ke rumah. Berusaha menjadi ibu yang baik, dan masih berusaha memperbaiki diri agar bisa menjadi istri yang membahagiakan suami.<br></p>
<p dir="ltr">Pautkanlah niatmu karena Allah, jangan sesekali engkau talikan niat maupun cita-citamu dengan hawa nafsu. Begitulah nasehat yang bisa saya sampaikan. </p>
Sri Yuniar bloghttp://www.blogger.com/profile/09938169095872117329noreply@blogger.com0