Menjelang Desember

Tiba-tiba aku tersentak dari tidur yang nyenyak. Ombak raksasa jatuh dan mendebur dengan keras. Pecahannya menghambur menjadi air beriak yang ribut gaduh. Cepat-cepat aku bangkit dan menyibak gorden. Aku berdiri dengan lutut di atas kasur, kulihat keluar kamar dari jendela di dinding tempat kasurku menempel rapat. Deburan semakin besar. Suara air seperti raja hantu yang bergerak ke kamarku, seperti gelombang besar. Mataku yang baru terjaga merah melotot mengawasi dari jendela.

Setelah lima menit berlalu, tak kudapati sesuatu yang berbeda di balik jendela itu. Hanya gelap malam dan tanah berilalang di samping rumah.

Suara debur ombak masih terdengar menggema. Aku kembali surut dan berbaring. Masih terlalu malam. Aku terlanjur tegang dan berdebar-debar. Gelap dan suara ombak laut yang sangat dekat jaraknya, ditambah gempa-gempa besar yang kerap terjadi beberapa waktu belakangan. Semuanya bersinergi memutar ingatanku ke belakang. Hari ketika tsunami menerjang aku, rumahku, keluargaku, dan merenggut jiwa teman-teman kecilku.

Malam masih memberi kesempatan aku untuk tidur beberapa jam lagi. Akupun kembali berbaring dalam ingatan tentang pagi. Suatu pagi yang buruk. Suatu pagi dengan air hitam menjulang yang mendorong tubuh kecilku. Semua gelap dan keruh.  Ia membenamkan seluruh tubuhku ke dalam kegelapan yang buruk. Hingga aku terlelap.

Debur ombak kini semakin jelas terdengar setiap malam. Di sela-sela suara kendaraan yang lalu-lalang, gelombang suarannya tersaring jernih ke pendengaranku. Ini bukan nyanyian surga. Ini adalah malam yang penuh misteri.

Menjelang desember. Mengenang 26 Desember 2004.

0 Komentar untuk "Menjelang Desember"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top