Gempa Terdahsyat 2004

Minggu pagi adalah waktu yang paling pas untuk sambung-menyambung tidur hingga siang. Tapi Mamak tetap saja tidak mengerti. "Yuni, turun sini nyapu" suara mamak memanggilku dari bawah. Beringsut dari tempat tidur dengan malas, kuturuni anak tangga menuju lantai bawah, mengambil sapu di belakang pintu dapur, lalu mulai menyapu lantai.

Baru beberapa menit menyapu, tiba-tiba aku merasa pusing. Bukan hanya merasa, tubuhkupun bergoncang hampir-hampir roboh. Aku pusing sekali. Sendok-sendok memasak Mamak yang tergantung di dapur terlihat saling menubruk, melentingkan suara dentingan logam. Barulah kusadari bukan aku yang pusing, tapi rumahku memang sedang bergoncang. Kuhempaskan sapu yang kupegang ke lantai. Aku berusaha berlari menuju pintu keluar, tapi tidak bisa, gempanya terlalu besar, aku hampir-hampir jatuh. Dengan menopang tangan pada dinding agar tidak jatuh aku keluar melalui garasi mobil.

Setelah berusaha keras keluar rumah. Aku, Bapak, Mamak, Adek, Abang, Kakak, dan para tetangga berhasil keluar dari rumah masing-masing. Kami semua terduduk di jalan aspal di depan rumah kami.

Tidak ada satupun yang mampu berdiri. "LAHAULA WALAQUWWATA ILLA BILLAH" semua berzikir. Beberapa tetangga saling memeluk anggota keluarga. "Dek uni, pindah, jangan dekat pagar" kata bapak. Pelan-pelan aku bergeser menjauhi pagar. Rumahku benar-benar melambai-lambai. Bahkan aku kira akan rubuh.

Gempa semakin kuat. Dengan berlutut, Najir, adikku mengumandangkan azan dengan suara yang bercampur isak tangis ketakutan, ia terus mengulangi azannya. Suara gemertak tembok dan tanah yang menggema ngeri, pagar yang berguncang-guncang, suara kaca, piring, guci-guci melengking pecah berjatuhan, suaranya memekik dari semua penjuru. Jantungku memacu, bibirku tak berhenti berzikir. Tak pernah kudapati seumur hidupku peristiwa yang sedemikian ngeri. Orang-orang gaduh, menangis, menjerit, ketakutan. Aku kira hari itu kiamat.

Setelah beberapa menit. Gempapun pelan-pelan berhenti. Alhamdulillah, bisikku. Masing-masing kembali ke rumah untuk memeriksa. Ikan mas koki kami sudah menggelepar-gelepar di lantai. Akuarium besar di ruang keluarga sudah menjadi puing-puing kaca di lantai. Kami kutip ikannya satu per satu dan kami taruh di ember berisi air. Aku dan adikku memungut puing-puing kaca dan memasukkannya ke dalam timba. Kakakku mulai mengepel air akuarium yang membanjiri lantai. Bapak pergi mengecek kantornya dan toko-toko kami.

Dengan celana selutut, aku keluar menemani najir membuang beling akuarium. Namun, masih dengan setimba beling akuarium yang belum sempat dibuang Najir, tetanggaku berteriak-teriak. "Air laut naek! Air laut naek!".

0 Komentar untuk "Gempa Terdahsyat 2004"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top