Sebuah Firasat

Mimpi

Beberapa hari sebelum 26 Desember 2004 aku menceritakan sebuah mimpi kepada mamak. Aku mendengar orang-orang menjerit, sesuatu yang mengerikan tengah terjadi. Kami sekeluarga menyelamatkan diri masuk ke ruang bawah tanah yang di dalamnya mirip dinding istana kekaisaran Cina. Hanya sepenggal itu saja yang masih kuingat.

Sahabatku

Sehari sebelumnya adalah tanggal 25 Desember 2004, hari itu libur natal, aku pergi bermain ke rumah sahabatku di Desa Lambung. Wilda adalah sahabat baikku di sekolah. Kami biasanya hanya duduk-duduk saja di rumah, menghabiskan waktu untuk bercerita. Tapi hari itu aku dan wilda memilih berkeliling melihat pembangunan rumah wilda di bagian belakang. Kami berjalan di atas pondasi yang belum sempat dibangun apa-apa, di sisi luar pondasi hanya terdapat rawa-rawa yang dipenuhi semak-semak.

Tiba-tiba saat sedang asik berjalan, aku melompat turun ke bawah. "Wilda ada belalang!" Teriakku sembari menunjukkan seekor belalang hijau seukuran telunjuk orang dewasa yang kutangkap. Seketika Wilda lari ketakutan. Mengetahui ternyata Wilda takut belalang, kukejar dia yang tengah berlari menuju rumah. "Hahaha... hayoooo dimakan belalang" kataku sambil tertawa terpingkal-pingkal melihat wilda seperti ayam mau dipotong. "Yun! Jangan Yun!" Mukanya seperti kepiting rebus. Merah sekali. Nafasnya sudah tersenggal-senggal.

Melihat kondisinya, aku semakin merasa lucu. Masa sama belalang saja takut. Sadar aku masih berniat nakal padanya, Wilda berlari masuk ke kamar orang tuanya dan mengunci pintu dari dalam. Yah, sudah tidak asik lagi pikirku, "Yaudah keluar...." kataku. "Gak mau!" Teriaknya. Berkali-kali kubujuk, tapi dia tetap tidak mau keluar juga. Akhirnya kumasukkan si belalang melalui bagian bawah pintu kamar. Dan mereka akhirnya bernyanyi bersama di kamar dengan nada suara yang melengking.

Hari itu aku bersama Wilda hingga sore. Rasanya aku tidak ingin pulang. Benar-benar tak ingin pulang. Hingga azan maghrib menarik telingaku untuk kembali ke rumah. Hari itu, kutatap lekat-lekat ia yang berdiri melepasku di depan rumahnya yang masih bertembok batu bata. Gadis berambut halus sebahu, pori-pori di sekitar pipinya, kulit putih kemerahan, senyum lebar, dan suara tertawanya. Aku masih hafal.

Aku benar-benar memikirkannya sepanjang perjalanan pulang. Ada perasaan aneh menyergap sepulangku dari rumah wilda. Tapi aku tidak paham sama sekali kemana firasat itu bermaksud. Yang aku tahu, andai maghrib datang lebih lama, mungkin aku masih bisa bersamanya sebentar lagi..


0 Komentar untuk "Sebuah Firasat"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top