Sabar Nak.

Seorang pria tua yang sedang sakit-sakitan hanya bisa terbaring di kamarnya. Sang istri adalah seorang perempuan yang kini sudah menjelma menjadi kurang cantik. Kulitnya keriput dan kusam. Padahal semula wanita ini sangatlah cantik dan cemerlang. Ia gemar memerahkan bibirnya dengan lipstik, merapikan beberapa rambut alis yang tumbuh serampangan, serta memakai pakaian bercorak bunga-bunga berwarna cerah. Dulu, ketika ia hanya bertugas mengurus anak-anak di rumah sembari menanti rejeki yang dibawa pulang oleh suaminya.

Hari ini suaminya kembali menyumpah serapah dirinya lagi. Sama seperti kemarin-kemarin. "Aku sudah bolak-balik menjengukmu di kamar, tapi kau sedari tadi tidur saja." Teriak wanita itu, suaminya kini tak bisa mendengar dengan jelas. Kata orang-orang efek mengkonsumsi banyak obat, sehingga fungsi telinganya kini terganggu. "Mana mungkin! Kamu sudah tidak mengurus saya lagi! Kamu sibuk saja di luar! Dasar perempuan kurang ajar! " Suaminya mendampratnya luar biasa. Kamar mereka terdengar gaduh. Laki-laki itu hanya terbaring ringkih. Istrinya berdiri di hadapannya.

Hatinya sedih bukan kepalang, namun ia lah wanita yang lahir untuk tegar. Tak ada setetespun air mata. "Saya lihat kamu selalu. Bolak balik saya dari kios ke kamar. Saya harus urus kios, mencari rejeki, ngurus kamu yang sakit, harus masak, pergi belanja.." ia terdiam sesaat. Menarik napas. "Kamu mau makan bubur kacang hijau? Tanyanya pada suaminya "Tidak tahu" ucap suaminya ketus sambil memunggunginya. "Kamu makan bubur beras merah dulu ya selagi saya siapkan bubur kacang hijaunya. Ya??" "Tidak tahu"...

Bubur kacang hijau ditanaknya. Dicampurnya bubur bayi instan dengan air panas sembari diaduk-aduk dengan sendok. Dibiarkan beberapa saat berlalu. Agar suaminya tidak curiga bahwa bubur itu bubur bayi instan. Bukan beras merah yang ditanak dan dihaluskan sendiri seperti pengakuannya pada sang suami. Toh substansinya sama saja : bubur beras merah.

Sang suami sudah sebulan tidak bisa makan apa-apa lagi selain bubur. Jangankan disuruh makan nasi, mencium baunya saja ia sudah muntah-muntah.

Anaknya, Nur, yang masih duduk di bangku SMA terus mencuci piring di kamar mandi. Diletakkannya piring-piring ke dalam ember dengan setengah membanting. Bunyinya ketang-keting hingga ke dapur yang hanya dipisahkan selembar pintu dari triplek, bagian bawah pintu itu kini sudah keropos akibat sering terkena air. Setiap hari ia menyaksikan drama ini. Diputar berulang-ulang. Dimana sang ayah berperan sebagai pria tak berdaya namun perkasa sekali ketika mencaci ibunya. Matanya merah, air mata tak bisa lagi dibendungnya. Terasa hangat meleleh di pipinya "Aku benci ayah.." Gumamnya berkali-kali.

0 Komentar untuk "Sabar Nak."

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top