Ini bukan perjodohan kan? (II)

"Berhenti di sini Pak" kataku pada supir mobil angkutan umum yang kutumpangi. Kusodorkan uang 70.000 rupiah kepadanya dari bangku belakang. "Ada barang dek?" bertanya adakah barang dibagasi belakang yang perlu ia turunkan. "Gak ada Pak." Ucapku sambil membuka pintu sendiri dan turun. "Makasih ya Pak".

Bang Dimas tadi mengirim pesan. Katanya mereka sudah di rumah sejak sejam yang lalu. Aku baru saja tiba di rumah. Perjalanan dari kabupaten tempatku bekerja sampai ke rumah memakan waktu sekitar tiga jam. Dan aku hanya pulang di akhir pekan saja.

"Assalamu'alaykum" ucapku di muka pintu depan yang terbuka. "Wa'alaykum salam" ucap semuanya serentak. Orang tuaku dan orang tua Bang Dimas tampak sedang minum teh bersama di ruang tamu. Kusalami semuanya satu persatu. "Sudah lama buk?" Tanyaku pada ibunya Bang Dimas. "Sudah.. ini sudah mau pulang. Kok Yuni telat sekali sampai?". Tanyanya hangat. "Ya biasa buk, mobilnya antar-antar penumpang yang lain dulu". Aku langsung mengambil posisi di sebuah kursi kosong di samping ibu Bang Dimas. "Oh ya, mana Bang Dimas?" Tanyaku tak mendapati Bang Dimas di ruangan itu. Ibu Bang Dimas mengenakan baju gamis biru dengan sulam pita merah jambu yang melintang di bagian dada hingga kaki. Mendengar pertanyaanku beliau langsung tersenyum melirik ibuku. Oh Tuhan.. konspirasi apa ini? Jangan-jangan mereka memang... "Ada di kamar mandi" kali ini malah ibuku yang menjawab. Dan perasaanku semakin tidak enak.

"Eh, udah nyampe yun?!" Ucap Bang Dimas yang baru muncul. "Iya barusan" jawabku singkat. "Nah sekarang semuanya sudah berkumpul" ucap Ayah Bang Dimas. Ayahku yang pendiam hanya senyum saja. Gigi palsunya yang putih terlihat rapi saat tersenyum. "Mari sama-sama kita berdo'a semoga Yuni dan Dimas dapat berjodoh dan menikah" Ayah Bang Dimas mengangkat tangan untuk berdo'a diikuti oleh semua yang ada di ruang tamu, termasuk adik Bang Dimas yang kecil. Dan aku kaget bukan kepalang. Ya ampun apa-apaan ini?! Berjodoh bagaimana?! Bang Dimas? Kenapa dia ikut mengangkat tangan dan berdo'a.

Semua darah terasa naik ke otakku. Bertumpu di sana. Jantungku berpacu keras seolah-olah nadiku telah kosong. Aku merasa pusing. Dan "Astaghfirullahhh!!"

Aku tersentak.
"Alhamdulillah.." kuraup wajahku. Syukurlah itu hanya mimpi... nafasku yang cepat mulai tenang. Ternyata aku benar-benar ketakutan.

Ya ampun... sudah pukul setengah delapan! Aku akan telat ke kantor. Akupun melompat ke kamar mandi. Tergesa-gesa karena setengah jam lagi aku harus sudah di kantor.

####end####

0 Komentar untuk "Ini bukan perjodohan kan? (II)"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top