Menyapih Dengan Cinta

Saya sangat menyayangi Umar. Saya tidak rela dia menangis sedih. Maka saya sering membiarkan Umar bermain sebebasnya tanpa banyak larangan. Saya senang dia tumbuh dan belajar berbagai hal dengan sendirinya. Maka Umar saya biarkan makan nasi dengan gelas jika memang dia sedang ingin melakukannya. Tapi saya tidak akan membiarkan dia menyentuh sambal pedas dari piring saya. Lebih baik dia menangis dari pada mengaduk sambal lalu mengucek matanya. Karena saya hapal kebiasaannya. Seandainya Umar sudah paham bahwa setelah mengaduk sambal maka dia harus cuci tangan, maka saya akan membiarkannya mengaduk sambal.

Demikian pula dalam hal menyapih. Karena saat ini saya sedang hamil dan berat badan saya pun tidak naik-naik. Kemudian para orang tua sudah marah-marah melihat saya tetap menyusui Umar sembari berbadan dua. Dan ditambah hasil baca-baca bahwa nutrisi dalam ASI kian berkurang memasuki trisemester ke dua, maka saya putuskan untuk menyapih Umar. Saat ini usia Umar hampir 1 tahun 5 bulan. Jatah 7 bulan lagi kita stop sampai di sini ya nak? Gak apa-apa yaa sayang :)

Karena saya sayang Umar, maka saya menyapihnya dengan perlahan. Dengan harapan Umar tidak perlu terlalu tersiksa ketika harus berhenti menyusu. Saya pun mulai mengurangi pemberian ASI secara bertahap. Keuntungan lain adalah saya tidak mengalami bengkak payudara yang terlalu menyiksa.

Saya ingin tetap bisa bermain dan memeluk Umar sambil menyapihnya. Dibanding membiarkan dia terpisah selama beberapa minggu di rumah neneknya agar tidak berjumpa ibunya. BIG NO! Ide itu kontan saya tolak ketika mamak saya membujuk agar Umar ditinggal saja sementara di Banda Aceh.

Tahap awalnya adalah saya mulai jarang menyusui ketika pagi hari. Saya bangun lebih awal dan memasak sarapan untuk Umar. Jadi ketika Umar bangun, saya secepatnya memberikan air putih dan menawarkan berbagai makanan. Kadang kalau ikan belum matang, saya beri biskuit dulu. Ketika sudah kenyang, walau ingin menyusu dia akan menyusu singkat. Poinnya adalah buat anak kenyang sebelum dia meminta ASI.

Selanjutnya ketika siang hari saya mengulangi hal yang sama. Ketika jam istirahat kantor saya pulang ke rumah seperti biasa. Umar minta digendong dan saya minum air putih dan menawarkan padanya juga :D . Setelah itu saya mengajak Umar untuk makan. Alhamdulillah setiap hari saya sendiri yang menyuapi  Umar, jadi mengajak Umar makan nasi adalah kebiasaan, sehingga Umar tidak pernah menolak kecuali dia sudah kenyang. Setelah makan Umar pun kenyang dan jarang menyusu lama. Bahkan jadi sering tidak menyusu.

Di sore hari sepulang kantor, saya mengajak Umar makan buah atau biskuit. Intinya memberi Umar cemilan agar tidak lapar. Intinya sama, anak tidak boleh lapar.

Saya tidak melarang dia menyusu. Saya akan tetap memberi ASI jika Umar meminta, hanya saja saya akan terlebih dahulu memberi dia minum atau makan, sebelum ASI.

Saya melakukannya pelan-pelan. Kurang lebih satu bulan saya berusaha mengurangi pemberian ASI. Lama-lama Umar menjadi paham jika lapar dia harus makan, jika haus dia harus minum. Bukan melulu bergantung pada ASI. Maka dia sering mengambil toples kue ketika lapar, atau mengambil gelas di atas meja jika dia merasa haus. Iya saya memang mengijinkan Umar memegang gelas, dan berusaha mengelola kepanikan gelas akan pecah ala emak-emak pada umumnya hehe.. Saya meraih gelas yang disodorkan Umar dengan akting sok tenang dan mengisi air minumnya. Haha..

Selanjutnya saya berusaha menawarkan Umar minum susu formula, tapi Umar menolak. Ketika minum ekspresinya seperti kegelian, lalu tidak mau lagi minum sama sekali. Sudah bolak-balik saya tawarkan, susu murah, susu mahal, rasa vanila, rasa madu, semuanya ditolak! Kebetulan untuk susu bayi 1-3 tahun saya tidak menemukan yang rasa coklat. Ahh sudahlah saya kembali ke air putih.

Setelah satu minggu berhasil membuat Umar tidak menyusu di siang hari, saya beralih menyempurnakan proses menyapih. Tahap tersulit menurut pikiran saya waktu itu. Yakni menyapih di malam hari. Dimana Umar terbiasa tidur dalam keadaan menyusu. Dan selalu menolak ayunan untuk tidur malam.

Setelah merasa yakin bahwa Umar sudah siap disapih sepenuhnya, saya mulai misinya.

Sore harinya hujan turun, saya biarkan Umar mandi hujan di halaman dengan tambahan ember berisi air, sebab hujannya tidak begitu deras. Umar bermain dengan girang. Berlari, bermain lumpur, dan mandi sepuasnya. Malam harinya saya beri Umar makan nasi dan air putih. Dilanjutkan makan biskuit, buah, dan bermain. Setelah lelah dan mengantuk berat, dan ganti baju, barulah saya membawa Umar ke kamar. Saya baringkan sambil saya mengoceh iklan susu anak-anak yang disukainya. Saya usap usap punggung, perut, kaki, dan kepalanya. Umar mulai minta ASI. Walau belum paham saya katakan pada Umar "minum air putih ya nak, momomnya habis". Karena cukup lelah, perut kenyang, dan sangat mengantuk, Umar tidak sanggup berlama-lama membuat drama. Dia berbalik ke seluruh kasur. Mencari tempat dan posisi yang nyaman mungkin. Atau resah karena tidak ada 'momomnya'. Saya terus mengusap- ngusap punggung dan perutnya. Lalu Umar pun terlelap. Tanpa menyusu. Hal yang sama saya ulangi di malam berikutnya.

Alhamdulillah sejauh ini berhasil. Tidak terlalu banyak drama menangis jejeritan, tidak pisah sama anak, tidak ada drama ngolesin puting pakai balsem atau yang pahit-pahit.

Akhirnya saya ucapkan semoga berhasil pada Ibu-Ibu yang tengah galau soal menyapih si kecil, dengan metode yang ibu-ibu yakini pastinya ya. Harapan saya semoga tulisan ini bisa menginspirasi.

Ingat, tidak ada keberhasilan yang instan :)

0 Komentar untuk "Menyapih Dengan Cinta"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top