Pertentangan

Bapak mengunjungi saya beberapa waktu yang lalu. Beliau hendak melihat adik saya yang kini tinggal bersama saya di kabupaten nan jauh ini. Meniti bisnis makanan kami yang saat ini belum genap berusia satu bulan.
Dalam kunjungan itu beliau kembali menyinggung soal rencana saya resign dari pekerjaan saya. Beliau meminta saya menunda setahun lagi, karena kondisi kami masih belum mapan secara ekonomi. Lebih detil saya artikan belum memiliki rumah sendiri. Pun bapak berasumsi suami sebenarnya kurang setuju saya resign. Begitulah yang ia tangkap dari hasil obrolan bersama suami saya beberapa waktu yang lalu. Akhirnya saya mencecar suami saya karena kesimpulan ini. Tapi suami angkat tangan, dia bilang "mana adaaa.."
Saya seperti ditarik ke belakang lagi. Padahal langkah dan pikiran saya sudah fokus pada usaha baru yang akan saya rintis nanti. Saat itu saya tidak melawan. Suami juga bilang tidak perlu mundur. Hanya saja saya berat melangkah tanpa restu Bapak.

Bapak berpikir berdasarkan peran yang telah beliau jalani, yaitu sebagai pencari nafkah. Maka pikiran beliau terfokus pada ekonomi keluarga semata, atau bisa jadi beliau takut akibat ekonomi keluarga memburuk, saya dan suami akan cek cok ke depannya. Sedangkan saya berpikir dalam perspektif saya sebagai ibu. Yang kelak harus mempertanggung jawabkan kepemimpinan saya terhadap anak-anak saya. Kata salah satu quotes : ibu adalah sekolah pertama bagi anak anak mereka, tapi gimana mau sekolah kalau dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore sekolahnya gak buka-buka.
Saya rasa semakin saya maju mundur dalam persoalan ini saya akan terus tertekan. Bisa bisa rambut saya putih karena stres. Dan kecantikan saya luntur karena tekanan pekerjaan dan pikiran.
Dulu sewaktu saya memutuskan melahirkan normal anak ke dua saya setelah anak pertama sc, Bapak juga menentang. Saya dinilai terlalu berani mengambil risiko padahal dokter (yang lebih ahli, lebih tahu) sudah melarang saya. Bapak tidak pernah mempertanyakan pertimbangan pertimbangan saya waktu itu. Beliau juga tidak tahu seberapa dalam saya sudah riset soal vaginal birth after cessare dan tidak cuma baca artikel di internet lalu saya terpengaruh. Big No!. Saya membaca banyak kisah, saya telusuri siapa orangnya, saya kontak orangnya. Saya berkomunikasi pada senior yang bahkan sudah 2 kali sc, dan melahirkan normal setelah itu. Dan mereka semua selamat dan baik-baik saja. Saya juga membaca buku buku persalinan normal untuk memahami proses persalinan dari sisi medis itu seperti apa. Dan akhirnya saya melahirkan secara normal anak ke dua saya, dan saya merasa sangat utuh sebagai perempuan, saya merasakan perjuangan seorang ibu melahirkan, saya paham kenapa Allah balas ibu melahirkan dengan pahala jihad. Saya meresapi setiap kesakitan yang luar biasa itu, menikmati, mengecap, mengingat ngingat sakit itu sebagai sebuah kenikmatan tiada banding. Dan saya sangat bahagia. Bahkan jika sekarang saya mengingat ngingat hal itu lagi bisa saja air mata saya menetes sendiri, karena kebahagiaan yang saya rasakan. Pengalaman yang seumur hidup akan menjadi penyemangat hidup saya, jika memori itu saya panggil kembali kapanpun saya mau. Rugi lah saya jika hanya pasrah dengan pola kehidupan yang berlaku. Sc lalu selamanya sc.
Dalam hal ini juga sama. Jika saya terus saja menjalankan kehidupan sebagai wanita karir, saya tidak yakin keluarga kami akan mendapatkan pencapaian terbaiknya. Banyak nikmat Allah yang mungkin akan saya lewati begitu saja. Dan anak-anak saya kelak tidak bisa menjadi manusia hebat seperti cita-cita saya. Dan potensi saya yang dulu membuat suami jatuh cinta (entah apapun itu) hanya akan dinikmati oleh nasabah nasabah saya di kantor, hanya sisa sisanya saja yang akan diterima oleh keluarga di rumah.
Dan yang teruginya lagi di hadapan Allah kelak, di hari kiamat saya akan ditanya tentang dosa dosa saya, kelalaian saya, begitupun suami dan bapak akan ikut menanggung azabNya. Wallahu'alam.
0 Komentar untuk "Pertentangan"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top