Cita-Cita dan Nafsu

Dulu ketika saya masih SD. Saya sangat mengidolakan Rudy Choirudin karena keahliannya memasak masakan yang lezat. Saat itu saya belum pandai memasak, hanya saja mamak saya pandai memasak. Saya selalu menonton acara Resep Oke Rudy di hari Sabtu jam 10 jika saya libur sekolah. Seandainya saya terlewatkan menyimak resep, saya ingin sekali bisa membaca majalah yang memuat resep mingguan dari acara Resep Oke Rudy.

Selain sangat merasa rugi jika luput menonton acara tersebut, saya juga menjadikan Rudy sebagai calon suami idaman. Ya hingga saya SMP Rudy masih aktif sebagai host acara masak-masak. Dan saya berharap bisa menikah dengan koki hebat suatu saat nanti. Saya juga pernah mengatakan pada Mamak saya, saya ingin sekolah boga dan menjadi koki hebat. Lalu saya punya bisnis restoran. Tapi Mamak tidak menganggap saya serius, dan menyuruh saya belajar sungguh sungguh agar bisa menjadi dokter nantinya.

Saat SMA saya masih hobi menonton acara masak-masak, saat itu Rudy sudah tidak lagi populer. Dunia masak TV sudah diisi oleh lebih banyak wajah baru, dan yang paling populer saat itu adalah Farah Queen. Tapi menurut saya dia tidak sehebat Rudy Choirudin, yang jago meracik bumbu. Resep resep yang banyak sekarang ini bahannya ribet, susah didapat di kampung, dan mahal mahal. Jadi setiap resep yang ada terasa tidak untuk ditiru di rumah. Hanya untuk pamer kemampuan masak kokinya saja.

Sejak itu saya lebih suka nonton wisata kulinernya Pak Bondan Winarno, peppy the explorer, atau orang yang masak-masak di hutan dengan bahan seadanya. Tapi saya tetap punya benang merah yang sama dalam hal passion yaitu : kuliner.

Sejak SMA saya menjadi pengajar untuk anak-anak usia dini di sekolah yang disponsori American Red Cross. Bagi saya mengajar itu menyenangkan. Saya juga mengajar mengaji anak-anak di kampung saya. Saya punya penghasilan yang lumayan disamping uang jajan saya yang juga masih diberikan penuh oleh orang tua saya. Saat itu saya mulai banyak teman, dan hobi jalan jalan. Saya mulai membaca novel, larut dalam hayalan remaja dan hayalan teman-teman saya mengenai gambaran kehidupan anak muda yang ideal ke depannya (baca : materialistis)

Teman-teman saya bercerita tentang idola mereka yang mereka anggap keren. Seperti aktor Vino G Bastian, Fedi Nuril, pembalap Danil Pedrosa, dan sebagainya. Saya memilih Fahry Albar karena menurut saya dia tampan. Padahal karismanya di mata saya dibanding saat saya mengidolakan Rudy Choirudin tidak sampai 1/10 nya.

Ketika memilih kuliah saya merasa ingin menjadi mahasiswa kampus ekonomi. Entah apa motivasi saya waktu itu, yang jelas saya tidak suka bekerja di rumah sakit. Saya masuk ekonomi tanpa motivasi yang jelas. Mungkin karena ingin mengikuti jejak Bapak saya, atau saya hanya ingin kabur dari dorongan orang tua untuk menjadi dokter, atau apoteker sebagai pilihan ke dua mereka, atau profesi lain terkait medis. Saya benar-benar tidak menyukai bau rumah sakit!
Saat itu saya tahu betul apa yang saya tidak sukai, tapi saya tidak tahu apa yang benar-benar saya inginkan.

Saat itu saya sudah total melupakan kesukaan saya di bidang masak-memasak. Saya juga sangat jarang memasak di rumah. Saya juga melupakan cita-cita saya untuk sekolah boga. Saya telah larut dalam pikiran materialistis sebagaimana disiplin ilmu yang saya pelajari juga mengajarkan demikian. Efektif dan efisien.

Suatu hari saya merenungkan setelah lulus nanti saya mau jadi apa? Saya ingin pekerjaan yang menawarkan gaji tinggi. Jika menjadi PNS gajinya kecil dan tidak sesuai dengan cita-cita baru saya yang ingin cepat kaya. Waktu itu saya tidak pernah berpikir untuk menjalankan bisnis, paling-paling saya berpikir mau jadi istri seorang pebisnis. Hahahha.. Tahu-tahunya saya malah menikah dengan PNS.

Penghasilan banyak, banyak uang, dan bisa membawa Mamak berobat ke dokter manapun jika beliau sakit. Itu yang saya katakan pada Mamak saya ketika saya katakan tidak mau ikut tes masuk ke dokteran di tahun ke dua saya berkuliah di Fakultas Ekonomi.

Akhirnya saya memantapkan hati untuk bekerja di perusahaan persero apa saja, kecuali perbankan, saya tidak suka jam kerjanya yang sampai pulang malam. Dari situ secara tidak sadar di kepala saya sudah terpatri bahwa saya harus bekerja di 'perusahaan persero'. Karena sangat prestisius dan pendapatan yang ditawarkan juga sangat bagus.

Di tengah perjalanan kuliah, saya mendapati diri saya gelisah dan kosong. Pergaulan tidak lagi membuat saya bahagia, apalagi tenang.

Bersambung...

0 Komentar untuk "Cita-Cita dan Nafsu"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top