Cita cita dan Nafsu (Part 2)

Saya masih punya kontak satu teman SMA saya yang saya tahu ikut pengajian. Dari dia akhirnya saya ikut masuk pengajian malam hari di salah satu pesantren. Saya merasa memang sisi keimanan saya yang bermasalah. Saya tidak punya ilmu yang banyak mengenai Agama. Walau pernah mengaji di TPA mesjid. Tapi tidak cukup. Di sana saya merasa seperti seonggok sepeda motor rusak yang masuk ke bengkel. Setiap hari sedikit demi sedikit diri saya diperbaiki, beberapa onderdil di kepala saya diganti, hati saya dicuci kembali, saya merasa menemukan tujuan kehidupan yang sebenarnya. Yaitu mencari keridhaan Allah. Bagi saya pesantren dan guru mengaji saya adalah cahaya di tengah gelapnya kehidupan dunia yang hiruk pikuk.

Tapi dalam beberapa hal, saya masih belum bertemu dengan BAB pelajarannya. Sehingga saya mengambil langkah yang salah.

Terutama dalam hal memilih pekerjaan. Keinginan saya bekerja bukanlah atas dasar ingin beribadah kepada Allah, melainkan hanya ingin bekerja di PT Persero saja. Dan Allah Maha Mendengar, saya lulus di sebuah perusahaan persero. Saya bahagia dan sangat yakin pada pekerjaan saya saat itu. Saya yakin murni syari'ah dan merupakan pilihan terbaik bagi saya. Enam tahun saya bekerja di sana dengan tenang dan bersemangat. Sampai suatu hari saya mendapati beberapa persoalan dalam hidup saya...

Anak saya sudah dua orang, keduanya masih balita. Meninggalkan mereka untuk bekerja sangat mengganggu pikiran saya. Saya merasa menjadi ibu yang buruk. Berikutnya saya mendapati banyak perubahan-perubahan di perusahaan yang kemudian menggoyangkan keyakinan saya pada pekerjaan ini. Saya merasa sudah berseberangan dengan visi perusahaan. Untuk mencapai target saya harus mendorong lebih banyak orang untuk berhutang. Padahal prinsip hidup saya adalah biar makan ikan asin, yang penting saya tidak punya hutang.

Sampai akhirnya saya banyak menyimak kajian dan berdiskusi dengan beberapa teman dan guru. Yang akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa saya harus melepas pekerjaan ini. Karena saya sudah tidak bisa lagi menawarkan produk ke orang lain. Saya tidak bisa mendustai hati kecil saya.

Sampai suatu hari saya melaksanakan shalat istiqarah memohon petunjuk kepada Allah agar diberi pertanda. Allah menjawab istiqarah saya dengan kontan. Besok siang ketika suami saya masih dinas di luar kota, anak saya yang sulung (3 tahun) saat sedang duduk tenang menonton TV, tiba tiba merubah posisi duduknya dan 'krek!' Tulang tangannya tiba-tiba bergeser! Sontak dia menjerit dan menangis hebat. Tangannya tidak bisa digerakkan. Ya Rabbi dia hanya duduk dan tidak melakukan apapun kecuali menopang sedikit tangannya dan hal itu terjadi. Allah memberi pertanda supaya saya selalu mendampingi mereka, begitu bisik hati saya waktu itu.

Lalu saya meminta tolong tetangga mengantarkan kami ke tukang kusuk terdekat. Dalam hati saya waktu itu sesaat kemudian muncul keraguan (sekarang saya percaya memang syaitan senantiasa membisikkan keraguan dalam hati hamba Allah yang ingin bertaubat). Terbersit di hati saya saat itu, ya Allah jika benar ini tandanya beri saya satu tanda lagi.

Saat mobil tetangga yang saya minta tolong tadi hendak keluar pagar dengan kami di dalamnya. Tiba-tiba seorang pengendara sepeda motor yang melaju sangat kencang menyambar bagian depan mobil yang kami tumpangi. Suara benda patah terdengar keras. Tetangga saya mengerem mobil seketika. Kami semua beristighfar. Dan saya beristighfar paling banyak dalam hati. Ini lah tanda yang saya minta pikir saya.

Setelah diperiksa ternyata salah satu lampu mobil tetangga saya lepas dari kapnya. Dan saya hanya bisa mohon maaf sudah menyusahkan mereka.

Sejak hari itu berbagai kejadian terus menimpa keluarga kami. Tidak hanya sekali, anak sulung saya mengalami terkilir hingga beberapa kali. Penyakit gatal gatal yang akut menimpa kami sekeluarga. Kulit anak-anak tiba tiba melepuh, bisul yang tumbuh bertubi tubi baik pada anak-anak, saya, dan suami. Padahal kami sudah berusaha hidup sangat bersih. Akhirnya saya merenungkan. Saya punya banyak sekali kesalahan. Saya harus memperbaiki kesalahan saya, terutama memperbaiki niat pada setiap pekerjaan untuk mencari keridhaan Allah.

Setelah berbulan-bulan mengalami banyak gangguan kesehatan, sampai uang kami dipinjam teman tapi tidak kembali hingga sekarang sebesar 30 juta. Saya pasrah. Saya lepas pekerjaan saya. Berharap ini adalaha keputusan yang tepat. Saya pulang ke rumah. Berusaha menjadi ibu yang baik, dan masih berusaha memperbaiki diri agar bisa menjadi istri yang membahagiakan suami.

Pautkanlah niatmu karena Allah, jangan sesekali engkau talikan niat maupun cita-citamu dengan hawa nafsu. Begitulah nasehat yang bisa saya sampaikan.

0 Komentar untuk "Cita cita dan Nafsu (Part 2)"

Do'aku di Malam Ramadhan

Ya Allah  Saya mohon maaf sekali meniru dakwahnya Gus Baha yang saya nonton di youtube dalam berdo'a ala salah satu sahabat. Kebetulan s...

Back To Top